03
Jan
10

RESPON INTERNASIONAL TERHADAP KRISIS DI DARFUR


Menurut kutipan dari Paul D. Williams dan Alex J. Bellamy bahwa  pemerintah yang telah mendukung tanggung jawab pada kedaulatan cenderung untuk melindungi warga sipil yang menderita di provinsi Darfur, Sudan. Setelah memberikan ikhtisar tentang krisis Darfur dan respon masyarakat internasional yang lemah, kita akan mengeksplorasi mengapa pendukung terkuat tanggung jawab pada kedaulatan yaitu, NATO dan negara-negara Uni Eropa, gagal untuk secara serius menerangkan intervensi militer. Paul D. Williams dan Alex J. Bellamy menerangkan, bahwa tiga faktor utama yang menjelaskan keengganan Barat untuk campur tangan di Darfur: Pertama, peningkatan skeptisme tentang intervensionisme kemanusiaan Barat, khususnya setelah invasi ke Irak, Kedua, kepentingan strategis di Sudan, dan Ketiga, hubungan antara krisis di Darfur dan Sudan dengan perang sipil lainnya. Dapat disimpulkan bahwa norma intervensi kemanusiaan masih lemah serta tanggung jawab untuk melindungi belum membujuk pemerintah mereka (NATO dan negara-negara Uni Eropa) untuk membantu menyelamatkan populasi masyarakat yang sedang dalam bahaya.

Situasi saat ini, telah terjadi humanitarian intervention, karena hal ini sudah sah dalam hal praktek hubungan internasional. Seperti yang terjadi di Darfur dan Rwanda, krisis di Darfur mewakili sebuah keadaan darurat kemanusiaan karena itu komitmen dari dunia internasional serta ide tanggung jawab untuk melindungi menjadi sangat penting. Di Darfur, perang telah terjadi sejak februari 2003, ketika SLA (Sudan Liberation Army) dan JEM ( Justice and Equality Movement) menyerang karena frustasi terhadap marjinalisasi politik dan ekonomi oleh pemerintah Sudan.

Kemudian, pada tahun 2004 krisis Sudan mulai ditangani dewan keamanan PBB, Uni Eropa dan LSM International seperti Amnesty international, Human Rights Watch dan International Crisis Group, di sebabkan pemerintah Sudan telah melakukan pelanggaran kriminal, kemanusiaan, dan pembersihan etnis di Darfur. Kejadian ini disamakan seperti genocide (pembantaian etnis) yang terjadi di Rwanda pada tahun 1994.

Sebagai hasil usaha LSM internasional krisis di Darfur mendapatkan respon dari komunitas internasional terutama pada masalah kemanusiaan yang memiliki program utama dari program dan agen-agen PBB seperti World Food Program, UNHCR, dan WHO, serta dukungan khususnya dari negara Amerika Serikat dan Uni Eropa.

Krisis Darfur menghasilkan Resolusi 1547 dari DK PBB pada tanggal 11 Juni 2004. Isi dari resolusi tersebut usaha mediasi ketegangan di Darfur, dan menyimpulkan persetujuan politik secepat-cepatnya. Resolusi ini menghasilkan resolusi yang baru pada 30 Juli 2004, yaitu Resolusi 1556 DK PBB mengenai embargo senjata, penempatan AU (African Union) untuk melindungi pemerintah Sudan selama 30 hari.

Krisis Darfur ini, dengan bahaya kerusakan keseimbangan etnis yang sulit menjadi konflik yang sangat rumit (multiple intertwined conflicts). Konflik pertama terjadi antara pemerintah bersama kelompok milisi melawan pemberontak. Konflik kedua terjadi antara milisi pemerintah yang menyerang penduduk dan yang ketiga melibatkan perjuangan rakyat Darfur itu sendiri. Dalam kaitan yang berjalin berkelit dan seperti itu maka kemudian implikasi konflik melebar melewati batas wilayah Darfur. Perang secara tidak langsung menyeret keterlibatan rezim baik di Sudan maupun Chad dan berpotensi memiliki dampak kekacauan di bagian lain negara itu

Dalam konteks seperti itu, maka resolusi DK PBB yang memungkinkan masuknya intervensi termasuk sanksi dan embargo senjata menjadi positif dengan beberapa alasan berikut. Pertama, munculnya resolusi DK PBB merupakan peringatan keras masyarakat internasional kepada pemerintah Sudan untuk segera dan bertanggung jawab mengatasi krisis.

Berdasar komitmennya dalam persetujuan tanggal 3 Juli kepada Sekretaris Jenderal PBB Kofi Annan, Pemerintah Sudan siap melucuti senjata Janjaweed dan menerima pula pemantauan pelaksanaan HAM di Darfur. Amerika dan pegawai kemanusiaan menuduh pemerintah Sudan belum cukup melakukan langkah positif.

Kedua, langkah itu memungkinkan penanganan cepat dan menyeluruh agar krisis Darfur tidak berlaurt-larut. Laporan dari International Crisis Group mengungkapkan bahwa respon konvensional tidak akan cukup mencegah tingginya tingkat kematian sementara Janjaweed terus melakukan serangan ke desa-desa. Resolusi diharapkan bisa menekan Khartoum mengimplementasikan janjinya untuk menyediakan akses penuh dan segera bagi bantuan kemanusiaan.

Jika pemerintah melakukan manipulasi dalam proses ini maka pengerahan asset militer perlu dilakukan baik untuk mencegah terus berlangsungnya kekejaman maupun untuk melindungi bantuan kemanusiaan (humanitarian assistance)

Ketiga, intervensi memungkinkan efektifnya kerja pengamat asing. Pengamat asing itu sangat dibutuhkan baik untuk memonitor baku tembak maupun untuk memberi perlindungan bagi pengungsi yang ingin kembali ke rumahnya sekaligus mencegah pembersihan etnis. 96 pengamat militer Afrika yang sejak April lalu bertugas termasuk rencana tambahan 300 tentara dan 150 pengamat dinilai tidak cukup untuk mengimbangi luas wilayah Darfur yang seluas Perancis.

Sudan memiliki luas 2,5 juta kilometer persegi dan menjadi negara terluas di Afrika atau sekitar lima kali luas Perancis. Penduduknya sebanyak 38 juta dan yang menetap di Darfur sebanyak 6 juta. Menurut perkiraan ICG, seperlima penduduk Darfur telah kehilangan tempat tinggal.

Keempat, langkah itu mendorong Dewan Keamanan untuk memfasilitas proses negosiasi politik antara pemerintah dan pemberontak. Langkah yang telah dilakukan pemerintah Sudan terhadap kelompok pemberontak adalah strategi represi dan konfrontasi.

Hal itu disebabkan ketiadaan agen manajemen konflik akibat negara berubah peran menjadi pelaku konflik. Oleh karenanya,karena gawatnya situasi politik yang kompleks (complex political emergencies) akibat kegagalan negara, maka mediasi internasional menjadi kebutuhan agar ada pihak netral yang menjadi penengah.

Keempat, langkah itu memungkinkan proses penyelidikan dan pengadilan terhadap pelaku kekerasan di Darfur sekaligus memberi sanksi kepada pejabat pemerintah Sudan yang bertanggungjawab atas terjadinya kampanye pembersihan etnis.

Meskipun demikian, pemerintah Sudan semestinya diberi kesempatan, dengan pantauan bersama masyarakat internasional, dalam tenggang waktu yang diberikan untuk agar secara komprehensif melakukan langkah konstruktif. Intervensi asing semestinya menjadi upaya terakhir (last resort) bagi upaya mengakhiri kekerasandan kejahatan kemanusiaan di wilayah Darfur sekaligus membuka peluang penyelesaian politik (political settlement) bagi pihak yang bertikai termasuk pemerintah Sudan.

Adapun mengenai intervensi internasional diatas, Krisis Darfur memiliki tantangan-tantangan khususnya dari dunia barat (Amerika dan Eropa). Menurut Paul D. Williams dan Alex J. Bellamy hal ini didasarkan:

  • Pertama, Penyalahgunaan pada kemanusiaan dijustifikaskan sebagai  cabang dari perang melawan terorrisme
  • Kedua, Perang melawan teroris lebih penting dari pada Krisis Darfur
  • Ketiga, intervensi militer akan membahayakan Perjanjian Naivasha
15
Dec
09

nasionalisme

Nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara (dalam bahasa Inggris “nation”) dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia.

Para nasionalis menganggap negara adalah berdasarkan beberapa “kebenaran politik” (political legitimacy). Bersumber dari teori romantisme yaitu “identitas budaya”, debat liberalisme yang menganggap kebenaran politik adalah bersumber dari kehendak rakyat, atau gabungan kedua teori itu.

Ikatan nasionalisme tumbuh di tengah masyarakat saat pola pikirnya mulai merosot. Ikatan ini terjadi saat manusia mulai hidup bersama dalam suatu wilayah tertentu dan tak beranjak dari situ. Saat itu, naluri mempertahankan diri sangat berperan dan mendorong mereka untuk mempertahankan negerinya, tempatnya hidup dan menggantungkan diri. Dari sinilah cikal bakal tubuhnya ikatan ini, yang notabene lemah dan bermutu rendah. Ikatan inipun tampak pula dalam dunia hewan saat ada ancaman pihak asing yang hendak menyerang atau menaklukkan suatu negeri. Namun, bila suasanya aman dari serangan musuh dan musuh itu terusir dari negeri itu, sirnalah kekuatan ini.

Dalam zaman modern ini, nasionalisme merujuk kepada amalan politik dan ketentaraan yang berlandaskan nasionalisme secara etnik serta keagamaan, seperti yang dinyatakan di bawah. Para ilmuwan politik biasanya menumpukan penyelidikan mereka kepada nasionalisme yang ekstrem seperti nasional sosialisme, pengasingan dan sebagainya.

Beberapa bentuk nasionalisme

Nasionalisme dapat menonjolkan dirinya sebagai sebagian paham negara atau gerakan (bukan negara) yang populer berdasarkan pendapat warganegara, etnis, budaya, keagamaan dan ideologi. Kategori tersebut lazimnya berkaitan dan kebanyakan teori nasionalisme mencampuradukkan sebahagian atau semua elemen tersebut.

Nasionalisme kewarganegaraan (atau nasionalisme sipil) adalah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik dari penyertaan aktif rakyatnya, “kehendak rakyat”; “perwakilan politik”. Teori ini mula-mula dibangun oleh Jean-Jacques Rousseau dan menjadi bahan-bahan tulisan. Antara tulisan yang terkenal adalah buku berjudulk Du Contract Sociale (atau dalam Bahasa Indonesia “Mengenai Kontrak Sosial”).

Nasionalisme etnis adalah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik dari budaya asal atau etnis sebuah masyarakat. Dibangun oleh Johann Gottfried von Herder, yang memperkenalkan konsep Volk (bahasa Jerman untuk “rakyat”).

Nasionalisme romantik (juga disebut nasionalisme organik, nasionalisme identitas) adalah lanjutan dari nasionalisme etnis dimana negara memperoleh kebenaran politik secara semulajadi (“organik”) hasil dari bangsa atau ras; menurut semangat romantisme. Nasionalisme romantik adalah bergantung kepada perwujudan budaya etnis yang menepati idealisme romantik; kisah tradisi yang telah direka untuk konsep nasionalisme romantik. Misalnya “Grimm Bersaudara” yang dinukilkan oleh Herder merupakan koleksi kisah-kisah yang berkaitan dengan etnis Jerman.

Nasionalisme Budaya adalah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik dari budaya bersama dan bukannya “sifat keturunan” seperti warna kulit, ras dan sebagainya. Contoh yang terbaik ialah rakyat Tionghoa yang menganggap negara adalah berdasarkan kepada budaya. Unsur ras telah dibelakangkan di mana golongan Manchu serta ras-ras minoritas lain masih dianggap sebagai rakyat negara Tiongkok. Kesediaan dinasti Qing untuk menggunakan adat istiadat Tionghoa membuktikan keutuhan budaya Tionghoa. Malah banyak rakyat Taiwan menganggap diri mereka nasionalis Tiongkok sebab persamaan budaya mereka tetapi menolak RRC karena pemerintahan RRT berpaham komunisme.

Nasionalisme kenegaraan ialah variasi nasionalisme kewarganegaraan, selalu digabungkan dengan nasionalisme etnis. Perasaan nasionalistik adalah kuat sehingga diberi lebih keutamaan mengatasi hak universal dan kebebasan. Kejayaan suatu negeri itu selalu kontras dan berkonflik dengan prinsip masyarakat demokrasi. Penyelenggaraan sebuah ‘national state’ adalah suatu argumen yang ulung, seolah-olah membentuk kerajaan yang lebih baik dengan tersendiri. Contoh biasa ialah Nazisme, serta nasionalisme Turki kontemporer, dan dalam bentuk yang lebih kecil, Franquisme sayap-kanan di Spanyol, serta sikap ‘Jacobin‘ terhadap unitaris dan golongan pemusat negeri Perancis, seperti juga nasionalisme masyarakat Belgia, yang secara ganas menentang demi mewujudkan hak kesetaraan (equal rights) dan lebih otonomi untuk golongan Fleming, dan nasionalis Basque atau Korsika. Secara sistematis, bila mana nasionalisme kenegaraan itu kuat, akan wujud tarikan yang berkonflik kepada kesetiaan masyarakat, dan terhadap wilayah, seperti nasionalisme Turki dan penindasan kejamnya terhadap nasionalisme Kurdi, pembangkangan di antara pemerintahan pusat yang kuat di Spanyol dan Perancis dengan nasionalisme Basque, Catalan, dan Corsica.

Nasionalisme agama ialah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh legitimasi politik dari persamaan agama. Walaupun begitu, lazimnya nasionalisme etnis adalah dicampuradukkan dengan nasionalisme keagamaan. Misalnya, di Irlandia semangat nasionalisme bersumber dari persamaan agama mereka yaitu Katolik; nasionalisme di India seperti yang diamalkan oleh pengikut partai BJP bersumber dari agama Hindu.

Namun demikian, bagi kebanyakan kelompok nasionalis agama hanya merupakan simbol dan bukannya motivasi utama kelompok tersebut. Misalnya pada abad ke-18, nasionalisme Irlandia dipimpin oleh mereka yang menganut agama Protestan. Gerakan nasionalis di Irlandia bukannya berjuang untuk memartabatkan teologi semata-mata. Mereka berjuang untuk menegakkan paham yang bersangkut paut dengan Irlandia sebagai sebuah negara merdeka terutamanya budaya Irlandia. Justru itu, nasionalisme kerap dikaitkan dengan kebebasan.

15
Dec
09

REVOLUSI INDUSTRI di INGGRIS

Revolusi Industri di Inggris

  • Revolusi adalah sebuah perubahan  ketatanegaraan secara cepat dan fundamental yang menyangkut pembagian kekuasaan politik, status sosial, ekonomi, dan sikap budaya masyarakat. Biasanya revolusi diikuti oleh meluasnya dan meningkatnya tingkat kekerasan, mobilitas massa dan perjuangan ideologi. Revolusi dapat di wakili oleh kudeta dan pemberontakan.
  • Revolusi Industri merupakan suatu istilah yang menandai suatu perubahan yang radikal an cepat dalam perkembangan manusia dalam menciptakan peralatan kerja untuk meningkatkan produktivitas dengan menggunakan mesin – mesin, baik untuk tenaga penggerak maupun untuk tenaga pemproses.
  • Revolusi industri merupakan suatu momentum yang sangat bersejarah dalam peradaban barat karena karena dari revolusi industri ini kemudian terjadi perubahan besar dalam sistem perekonomian barat dan berpengaruh terhadap sistem dagang dunia.
  • Faktor timbulnya revolusi Industri : Faktor politik, ekonomi, psikologi kebangsaan, struktur masyarakat, pengetahuan, dll
  • Berikut ini gambaran peristiwa revolusi Industri :

Masyarakat Eropa pada masa prarevolusi industri

  • Pada tahun 1350, di eropa mulai berkembang perserikatan kota – kota dagang yang di sebut “hansa” yang memiliki tujuan untuk bersama –  sama melindungi usaha dan perdagangan serta memiliki armada laut atau pasukan sendiri untuk menjaga keamanan dalam perdagangan.
  • Kemudian pada abad ke 15 – 16 juga berkembang perdagangan lewat laut yang kemudian membentuk kaum borjuis yang kaya dan sangat berpengaruh di negara – negara eropa. Seperti Inggris, nederland, Prancis, Jerman dan Italia. Kemunculan golongan menengah ini,  yang menguasai sektor ekonomi sehingga melahirkan kapitalisme ( sistem atau paham dengan kegiatan yang bersumber pada modal pribadi atau modal swastayang ditandai dengan adanya permainan bebas pasar ) dan menimbulkan ketegangan dengan tuan tanah yang mendominasi sebelumnya. Hal ini menjadi renungan bagi kaum intelektual sehingga melahirkan revolusi intelektual yang di tandai dengan adanya pencerahan, keinginan untuk memperluas dan mengembangkan kemampuannya dan memperbanyak pengetahuan serta keberhasilan para filusuf dan karya – karya mereka.
  • Pada abad sebelumnya, adanya Peristiwa Renaissance yang berasal dari bahasa prancis Re ( kembali) dan naitre ( lahir ) yang berarti kelahiran kembali. Di abad ke 14 -16 yang pada awalnya terjadi di Italia, Khususnya di kota kota perdagangan, Florence dan milan. Dari peristiwa inilah yang melahirkan Leonardo Da Vinci, Michael Angelo, Nicollo Machiavelli serta di tandai berbagai perubahan besar dalam gagasan, mentalitas, agama dan perkembangan Ilmu pengetahuan . Inilah zaman yang membawa eropa ke zaman modern.  Kehidupan masyarakat dan majunya iptek membawa pengaruh dan munculnya revolusi industri di Inggris.

Revolusi Industri di Inggris :

Alasan Pokok mengapa Revolusi Industri berawal di Inggris, khususnya di awali di Inggris Utara :

  • Revolusi industri berawal dari negara Inggris sekitar tahun 1760, di tandai dengan adanya penggunaan mesin untuk pabrik pemintalan kapas karena pada saat itu, Inggris kaya akan domba yang menjadi bahan untuk membuat wool.
  • Pada tahun 1767, James Hargreaves mengembangkan mesin pemintal benang, dan tahun 1785 penemuan mesin tenun oleh Cartwright
  • Pada perkembangan selanjutnya di temukan mesin uap yang di gunakan sebagai penggerak mesin berat oleh James Watt yang mendorong munculnya pabrik baja dan produk baja karena mesin ciptaan Watt menuntut bahan – bahan yang lebih keras dan akhirnya memunculkan industri besar seperti penemuan dalam bidang transportasi, kereta api,kapal uap, telegram, alat pertanian, dll.
  • Kemunculan revolusi Industri pada awalnya di Inggris karena Inggris menjadi perintis cabang – cabang industri yang di kembangkan saat itu di bidang pemintalan, penenunan dan industri besi.
  • Faktor keamanan dan  politik di Inggris mendukung perkembangan iptek di Inggris. Melalui penemuan – penemuan tersebut, mendorong munculnya masyarakat modern.
  • Adanya politik merkantilis ( politik ekonomi nasional uang melindungi industri sendiri dan mengusahakan peningkatan ekspor ) yang di lakukan secara ketat untuk menambah perbendaharaan kerajaan dan di dirikanlah company dagang monopoli  dengan negara lain dimana perserikatan hansa mulai di perlemah.
  • Pada abad ke 17 inggris memperkuat armada lautnya dan siap untuk bersaing dengan armada laut laut negara lain, terutama Belanda dengan memaklumkan Navigation Acts – nya dan sejumlah perang lautan
  • Dalam bidang ekonomi di Inggris, sifat agrarisnya sangat jkuat karena Inggris merupakan bahan mentah utama bagi pusat industri besar kain wool di luar negeri.
  • Inggris mengalahkan pransis dalam perdagangan luar negerinya meskipun baru mencapai tangga keemasannya. Karena keuntungan yang di peroleh Inggris saat itu di pergunakan untukpenanaman modal yg lebih produktif di banding prancis yang di gunakan untukuntuk membiayai istana yang sangat megahl, tentara yang sangat mahal.
  • Pada awal abad ke 18, Inggris merupakan negara yang memiliki sistem bank yang paling baik di Eropa.
  • Revolusi agung di Inggris pada tahun 1688 – 1689 mengenai konsepsi kedaulatan terbatas diterima secara luas oleh pemerintah Inggris bahwa kekuasaan negara tidak boleh melampaui batas melindungi hak alami manusia untuk bebas menikmati kekayaan, dan akhirnya membatalkan hukum lama yaitu monopoli khusus dan campur tangan dengan kompetisi yang bebas.
  • Faktor lain yang menguntungkan bagi Inggris adalah kondisi udARA KEPULAUAN Inggris yang lembab sehingga memudahkan untuk produksi pakaian dari kapas agar tidak mudah rusak dan putus ketika di pintal.
  • Meskipun Inggris pada abad ke 18 adalah sebuah pulau terpencil di tepi barat dengan sebuah kerajaan kecil dan penduduknya hanya sekitar 4 juta dan termasuk sebagai negara yang paling miskin di eropa barat, tetapi Inggris dapat menjadi pemimpin industri dunia.

Revolusi Sosial di Inggris

  • Yakni merubah susunan masyarakat yang terutama berdasarkan hubungan – hubungan individu dan milik pribadi, dan mempunyai sistem dan ciri yang khas, adanya majikan. Revolusi ini mengubah hidup rakyat yang di anggap tidak baik menjadi baik.

Dampak revolusi industri :

  • Kota – kota penuh sesak oleh kaum buruh
  • Perumahan tidak memadai
  • Harga makanan mahal
  • Nasib buruh tidak di pedulikan oleh majikan, tenaga di peras dan kehidupan sengsara
  • Jam kerja menjadi 12 jam

Dampak Revolusi Industri dalam hubungan Internasional :

  • Munculnya industri modern yang menggunakan tenaga mesin sebagai pengganti tenaga mesin atau hewan yang biasanya di temukan dalam industri tradisional.
  • Kebutuhan akan bahan mentah yang mendorong keinginan negara besar di Eropa menguasai daerah yang kaya akan SDA
  • Melakukan kolonialisasi ( perpindahan penduduk ke daerah lain ) di berbagai belahan dunia
  • Terjadi persaingan antar negara untuk menguasai daerah jajahan
    • Munculnya paha kapitalisme ( penanaman modal ) di tanah jajahan untuk penanaman modal dan pemasaran hasil industri dan sebagai sumber bahan mentah
    • Kebutuhan pasar yang meluas untuk memasarkan hasil produksinya hingga membutuhkan daerah yang ingin di kuasai untuk mengambil keuntungan yang sebesar besarnya.
    • Adanya polusi udara

Revolusi Industri Kedua

  • Sekitar tahun 1860, revolusi industri memasuki fase baru yang di kenal sebagai revolusi Industri kedua.

Kejadian adanya revolusi industri kedua :

  • Adanya perkembangan bassemer dalam membuat baja pada tahun 1856
  • Penyempurnaan dinamo pada tahun 1873
  • Penciptaan mesin pembakaran pada tahun 1876

Perbedaan antara Revolusi Industri tahap kedua dengan tahap pertama :

Adanya penggantian baja dengan besi sebagai bahan industri pokok
Penggantian batu arang dengan gas dan minyak sebagai sumber tenaga dan listrik sebagai tenaga industri
Perkembangan mesin otomatis dan peningkatan yang tinggi spesialisasi buruh
Penggunaan campuran dan metal yang ringan dan hasil industri kimia
Perubahan radiukal dalam transportasi dan komunikasi
Pertumbuhan organisasi kapitalis dan adanya industrialisasi di Eropa Tengah dan bahkan di timur

Hikmah yang bisa diambil bagi Indonesia :

  • Untuk terjadinya pemerataan dalam masyarakat, negara harus meningkatkan dan memberdayakan masyarakat kelas menengah, tidak hanya para petingggi petinggi di pemerintahan.
  • Harus adanya pemerintahan yang bersih yang mampu memanfaatkan dan menginvestasikan kekayaan negara dari berbagai sektor, tidak ada korupsi.
  • Adanya kondisi dan sumber daya alam yang mendudkung dan dapat di manfaatkan dengan baik
  • Harus bisa bersaing dengan sehat pada pelaku ekonomi. Tidak adanya monopoli, proteksi yang merugikan dari pihak tertentu
  • Memulai sesuatu dari bawah dan bertahap ke tingkat yang lebih tinggi ( adanya pengembangan terhadap Iptek )
  • Lahirnya industrialisasi di Inggris membawa dampak di berbagai bidang ekonomi, sosial, politik dan budaya sehingga melahirkan perkembangan sains dan teknologi. Berarti, kita harus memperhatikan bahwa semakin majunya sains teknologi, maka akan banyak dampak yang timbul pula, baik atau buruk.
02
Dec
09

BENTURAN PERADABAN KHUSUSNYA ISLAM DAN BARAT

……….Pasca era Perang Dingin, benturan antara peradaban Barat dan Islam sesungguhnya sedang berlangsung. Bahkan, bisa dikatakan, benturan Islam Barat saat ini sebetulnya hanyalah lanjutan belaka dari benturan yang pernah terjadi pada masa lalu, khususnya pada era Perang Salib……….

Dalam buku Samuel P. Huntington mengenai Clash Of Civilization, bahwa adanya benturan peradaban yang terjadi seperti sekarang ini yang hingga kini mempertahankan peradaban Islam, Barat dan China.

Sebelumnya, pada masa era Perang Dingin yang berakhir sekitar tahun 1986 menajtuhkan paham kapitalis-sosialis-komunis yang kemudian terbentuk neagra baru yang lepas dari Uni Soviet, yaitu Azerbaijan, Kirgistan, Turkmenistan, dan Uzbekistan. Pada saat itu,pemikir Amerika, Fukuyama berpikir bahwa benturan antara Kapitalisme dan Sosialisme yang terjadi maka dunia akan berpola pada sistem demokrasi liberal dengan Amerika Serikat sebagai pemimpinnya. Era ini diproklamirkan oleh George Bush sebagai The New World Order (Tata Dunia Baru) dengan Amerika sebagai single player dan negara lain sebagai buffer-nya.

Seiring dengan terpolarisasinya berbagai negara ke dalam jaringan sistem Kapitalisme global, muncul sebuah analisis futuristik dari Samuel P. Huntington tentang masa depan pola hubungan internasional yang menunjukkan kecenderungan antagonistik dan diwarnai konflik. Secara lebih tegas dia mengatakan, konflik itu semakin meningkat antara Islam dan masyarakat-masyarakat Asia di satu pihak dan Barat di pihak lain.1 Lebih jauh lagi, Huntington memprediksikan, tantangan paling serius bagi hegemoni Amerika pada masa mendatang adalah revivalisme Islam dan peradaban Cina.

Terutama muncul pada peristiwa 11092001 yang berhasil dieksploitasi sedemikian rupa oleh AS dan sebagai jalan bagi pemberlakuan UU antiteroris di seluruh dunia. Terorisme yang dimaksudkan oleh Amerika adalah Islam dan tidak ada pengertian lain selain konotasi yang tidak jauh dari negara-negara Timur Tengah yang notabennya adalah negeri-negeri Islam.

Dalam istilah barat, peradaban dikatakan dengan istilah Civilization. Istilah ini pertama kali digunakan dalam bahasa Prancis dan Inggris pada akhir Abad XVIII untuk menggambarkan proses progresif perkembangan manusia sebuah gerakan yang menuntut perbaikan, keteraturan serta penghapusan barbarisme dan kekejaman (abad pencerahan kembali/renaissans).

Adapun sebab dan faktor yang memicu terjadinya benturan peradaban antara Islam dan Barat ini terbagi menjadi 3 faktor utama sebagai berikut:[1]
1. Faktor agama.

Sejarah telah mencatat Baratlah yang memulai perang terhadap umat Islam yang kemudian lebih dikenal dengan Perang Salib atau Crusade. Perang Salib terjadi selama 1 abad (1096–1192 M), yang berlangsung selama tiga tahap: antara tahun 1096–1099 M; antara tahun 1147–1149 M; dan antara tahun 1189-1192 M.8 Pembantaian kaum Muslim oleh tentara salib di Spanyol (Andalusia) abad XV M, termasuk serangan secara pemikiran dan kebudayaan (tsaqâfah) seperti yang dilakukan oleh kaum zindiq serta para misionaris dan orientalis, adalah juga berlatar belakang agama.9

Hingga kini, ‘semangat’ Perang Salib ini masih melekat dalam benak orang-orang Barat, yang kemudian menjelma menjadi ‘prasangka buruk’ (stigma)  terhadap ajaran Islam dan umat Islam. Edward Said, dalam bukunya yang berjudul, Covering Islam, menulis bahwa kecenderungan memberikan label yang bersifat generalisasi mengenai Islam dan orang Islam, tanpa melihat kenyataan sebenarnya, menjadi salah satu kecenderungan kuat dalam media Barat. Dari waktu ke waktu, prasangka semacam itu selalu muncul dan muncul kembali ke permukaan.

Kata “christendom” dan “holy war” mulai banyak digunakan dalam berbagai tulisan di media massa Barat, seolah-olah ingin memperlihatkan bahwa sedang terjadi suatu “perang suci” antara Barat dan dunia lain di luarnya, terutama Dunia Islam.


2.
Faktor ekonomi.

Lenyapnya institusi Khilafah telah melebarkan jalan bagi negara imperialis Barat untuk menghisap berbagai kekayaan alam milik umat Islam. Sejak masa penjajahan militer era kolonial hingga saat ini, Barat telah melakukan eksploitasi ‘besar-besaran’ atas sumberdaya alam yang dimiliki umat Islam.

Sebaliknya, jika Khilafah Islam kembali berdiri dan berhasil menyatukan negeri-negeri Islam sekarang, berarti Khilafah Islam akan memegang kendali atas 60% deposit minyak seluruh dunia, boron (49%), fosfat (50%), strontium (27%), timah (22%), dan uranium yang tersebar di Dunia Islam (Zahid Ivan-Salam, dalam Jihad and the Foreign Policy of the Khilafah State).

Secara geopolitik, negeri-negeri Islam berada di kawasan jalur laut dunia yang strategis seperti Selat Gibraltar, Terusan Suez, Selat Dardanella dan Bosphorus yang menghubungkan jalur laut Hitam ke Mediterania, Selat Hormuz di Teluk, dan Selat Malaka di Asia Tenggara. Dengan menempati posisi strategis ini, kebutuhan dunia terutama Barat sangat besar akan wilayah kaum Muslim. Ditambah lagi dengan potensi penduduknya yang sangat besar, yakni lebih dari 1.5 miliar dari populasi penduduk dunia. Melihat potensi tersebut, wajar jika kehadiran Khilafah Islam sebagai pengemban ideologi Islam ini dianggap sebagai ‘tantangan’, atau lebih tepatnya lagi, menjadi ancaman bagi  peradaban  Barat saat ini.

Hasilnya, benturan antara kepentingan umat Islam yang ingin mempertahankan hak miliknya dan kepentingan negara Barat kapatalis tidak terhindarkan lagi.
3. Faktor ideologi.

Desember 2004 lalu, National Intelelligence Council’s (NIC) merilis sebuah laporan yang berjudul, “Mapping the Global Future”. Dalam laporan ini diprediksi empat skenario dunia tahun 2020, salah satu di antaranya adalah akan berdirinya “A New Chaliphate”, yaitu berdirinya kembali Khilafah Islam—sebuah pemerintahan Islam global yang mampu memberikan tantangan terhadap norma-norma dan nilai-nilai global Barat. Terlepas dari apa maksud dipublikasikannya analisis ini, paling tidak, kembalinya negara Khilafah Islam menurut kalangan analisis dan intelijen Barat termasuk hal yang harus diperhitungkan. Pertanyaannya, mengapa harus Khilafah? Jawabannya, karena potensi utama dari negara Khilafah adalah ideologi yang diembannya. Khilafah Islam adalah negara global yang dipimpin oleh seorang khalifah dengan asas ideologi Islam. Ideologi Islam ini pula yang pernah menyatukan umat Islam seluruh dunia mulai dari jazirah Arab, Afrika, Asia, sampai Eropa. Islam mampu melebur berbagai bangsa, warna kulit, suku, ras, dan latar belakang agama yang berbeda.10 Kelak, Khilafahlah yang ‘bertanggung jawab’ untuk mengemban dan menyebarkan ideologi Islam ke seluruh penjuru dunia dengan dakwah dan jihad.

Tentu saja Barat, dengan ideologi Kapitalismenya yang masih dominan saat ini, tidak akan berdiam diri. Berbagai upaya akan dilakukan Barat untuk menggagalkan skenario ketiga ini (kembalinya Khilafah). Secara pemikiran Barat akan membangun opini negatif tentang Khilafah Islam. Diopinikan bahwa kembali pada Khilafah adalah sebuah kemunduran, kembali ke zaman batu yang tidak berperadaban dan berprikemanusiaan. Sebaliknya, upaya penyebaran ide-ide Barat akan lebih digencarkan, seperti demokratisasi yang dilakukan di Timur Tengah saat ini.

Hubungan erat peradaban dengan eksistensi negara ini dapat dibuktikan dari fakta sejarah perjalanan umat manusia. Tidak satu pun peradaban dapat eksis secara sempurna, kecuali jika ia ditegakkan oleh satu atau beberapa negara yang mendukungnya. Peradaban Barat sulit dibayangkan dapat menjadi hegemoni seperti sekarang ini kalau tidak ada negara-negara pendukungnya seperti Amerika Serikat dan negara-negara Eropa Barat seperti Inggris, Prancis, dan lain-lain. Demikian pula peradaban Islam pada masa lalu, tidak akan dapat tegak sempurna tanpa eksistensi Daulah Islamiyah yang eksis sekitar 13 abad lamanya, sejak hijrahnya Rasulullah saw. ke Madinah (622 M) hingga hancurnya Khilafah Utsmaniah di Turki (1924 M).


[1] http://khilafahislam.multiply.com/journal/item/50

AArtikel ini digunakan hanya untuk bahan bacaan saya. sumber : Clash of Civilization dan http://khilafahislam.multiply.com/journal/item/50 😀

02
Dec
09

Pemikiran Thomas Aquinas terhadap Perkembangan Pemikiran Politik Barat

PENDAHULUAN

Thomas Aquinas adalah seorang filsuf dan ahli theology ternama yang berasal dari Italia. Ia lahir pada tahun 1225 di Naples dari keluarga bangsawan Italia dimana ayahnya sendiri adalah seorang Pangeran Landulf dari Aquino yang seorang Kristen yang taat. Oleh karena itu, Thomas pun di didik agamanya dengan kuat dan akhirnya pada tahun 1245 saat usianya 16 tahun,ia ikut dalam sekte Dominikan yang pada saat itu sangat berperan pada abad itu.

Kemudian, ia pun meneruskan pendidikannya di Paris. Di sinilah, ia berguru kepada Albertus Magnus yang memperkenalkan filsafat Aristoteles kepadanya. Pada masa ini pula, ia belajar mendalami Ilmu pengetahuan dari filsuf besar Yunani Aristoteles yang ia selaraskan dengan teologi kristiani melalui filsuf muslim terkenal yaitu Ibnu Rusyd (Averoist).

Thomas meninggal dunia pada usia 48 tahun. Tepatnya pada tanggal 7 Maret  1247 dan pada tahun 1323, Paus Yohanes XXII mengangkat Thomas sebagai orang kudus dan bergelar Santo. Dengan usia yang sangat muda, ia telah sukses melahirkan 3 karya besarnya yaitu Summa Theology yang memaparkan tentang prinsip – prinsip filsafat dalam teologi kristen untuk menjelasakan misteri – misteri Ilahi pada zaman skolastik. Karya lainnya adalah Summa Contra Gentile, On Kingship dan De Regimine Principum.

Thomas Aquinas juga di juluki sebagai Raja skolastik terbesar karena ia telah meletakkan dasar – dasar intelektual dan teologis dalam perkembangan pemikiran politik Kristiani Eropa pada abad pertengahan dan mampu menyatukan pemikiran – pemikiran dari para pemikir agung sebelumnya.Oleh karena itu, ia pun juga di sejajarkan dengan pemikir agung seperti Plato, Aristoteles, dan Santo Augustinus.

Dalam perkembangannya, ia ingin mengembangkan doktrin – doktrin Kristiani sehingga melahirkan pemikiran mengenai hukum, negara dan kekuasaan akibat dari banyaknya gejolak yang muncul melalui sosial politik.

Berikut ini Pandangan Thomas Aquinas tentang hukum, negara dan kekuasaan yang tidak lepas dari konsep natural law :

  1. A. Mengenai Hukum Alam ( Natural Law) dan Negara

Thomas mengatakan bahwa hukum alam tidak lain adalah merupakan partisipasi makhluk rasional dalam hukum abadi (eternal law),Yang dimaksud dengan makhluk rasional adalah manusia.[1] Manusia adalah makhluk rasional yang berate memiliki akal dan pikiran, penalaran dan tingkat intelijensia yang di anugerahkan oleh Tuhan sebagai pembeda dengan makhluk lainnya seperti binatang.

Dalam bukunya Summa Theologica : [2]

“Setiap akal dan kehendak dalam diri kita, berdasarkan sesuatu yang sejalan dengan alam……..dan haru sesuai dengan kebajikan hukum alam.”

Adapun hukum dasar bagi semua hukum baginya adalah Eternal Law, yaitu kebijaksanaan dan akal budi abadi Tuhan, sebagai hukum yang sebenarnya (true law) yang kebenarannya absolut, tidak lagi ada yang harus di ragukan.[3]

Dalam pendapatnya mengenai negara, Thomas Aquinas banyak di pengaruhi oleh Aristoteles, seperti pendapatnya bahwa hukum kodrat tidak mungkin bertentangan dengan hukum abadi Tuhan, oleh karenanya keberadaan negara tidak terlepas dari hukum alam. Dan eksistensi sebuah negara juga  bersumber dari sifat alami manusia yang bersifat sosial dan politis yang tidak hanya berdasarkan insting, tapi juga akal budi menyebabkan manusia juga di sebut sebagai makhluk politik yang hidupnya akan saling bergantung dengan manusia yang lainnya untuk mendapatkan hidup yang layak dan membentuk suatu komunitas untuk menyalurkan serta mengembangkan pemikiran dan akal budi mereka yaitu negara  yang merupaka kebutuhan kodrati manusia.

Artinya, negara adalah sebuah komunitas politik yang dapat merefleksikan serta menggabungkan akal budi, pemikiran individu manusia, dengan demikian juga negara merupakan kodrati manusia. Maka jelaslah alam, kekuasaan dan negara memiliki hubungan yang saling terkait.[4]

Thomas Aquinas dalam tulisannya De Regimine Principum memiliki pandangan mengenai Negara,yaitu :

  1. Negara bersifat hierarki, dimana ada yang memerintah, menata pemerintahan dan ada yang mentaatinya. Dalam hubungannya dengan kekuasaan Tuhan, tujuan akhir hidup manusia adalah kesenangan dan kebaikan terhadap Tuhan, maka contoh dari kekuasaan Tuhan di dunia ini adalah pemuka agama, paus, petrus,dll.
  2. Thomas Aquinas juga terpengaruh oleh pemikiran Plato-Aristoteles, yaitu dalam mencapai semua kebaikan untuk mencapai kebahagiaan bersama, maka di lakukan tukar menukar terhadap sesama untuk memperoleh keuntungan.
  3. Manusia adalah kebahagiaan abadi, maksudnya adalah tuntutan agar setiap manusia mendahulukan kesejahteraan umum daripada memntingkan kepentingan individu dan harus taat terhadap negara.
  4. Negara memiliki fungsi spiritual keagamaan yang sakral.

Thomas Aquinas pun berpendapat mengenai bentuk negara. Adapun bentuk negara yang ideal menurut Aquinas adalah :

  1. Monarki, menurut Thomas adalah bentuk negara yang terbaik. Pandangan Thomas mengenai negara tidak terlepas dari Aristoteles dalam bukunya Politics. Yaitu, penguasanya hanya satu dan tujuan negara adalah untuk kebaikan bersama dalam hal kekayaan, kebaikan, dan kebebasan. Monarki merupakan bentuk kekuasaan tunggal, tetapi tujuannya baik. Sebaliknya jika tujuan dari penguasa adalah buruk, maka di sebut sebagai tirani.

Menurutnya, negara yang di perintah oleh satu orang akan lebih mungkin untuk mencapai keamnan dan perdamain negara karena pandangan, tujun dan cita – cita yang berbeda dapat di hindari.

Dalam hubungannya dengan hakikat hukum kodrat, alam selalu di perintah oleh satu oknum. Maka dari itu, bentuk negara yang paling ideal bagi Thomas adalah penguasa tunggal.

  1. Adapun negara yang di perintah oleh beberapa orang yang mulia dan memiliki tujuan bersama di namakan aristrokasi,sebaliknya di sebut oligarki. Dalam oligarki, penguasa menindas rakyatnya melalui represi ekonomi.
  1. Negara yang bertujuan untuk mencapai tujuan bersama, adanya kebebasan sebagai dasar persamaan politik dan kuatnya control rakyat jelata dan negara di perintah oleh banyak orang, maka di namakan politea.
  2. Negara yang kebebasan dan tujuannya tidak untuk kebaikan bersama dan di perintah banyak orang adalah demokrasi, yang meskipun dalam pandangan Thomas bukanlah bentuk negara yang ideal, pandangannya pun sama dengan Aristoteles yang memandang bahwa demokrasi sebagai bentuk negara terburuk.
  1. B. Mengenai Kekuasaan

Thomas Aquinas meyimpulkan bahwa manusia harus memerima kepemimpinan manusiayang memiliki keabsahan untuk memimpin dan berkuasa.

Adapun bagi penguasam tentu saja memiliki kewajiban dalam kepemimpinannya, yaitu :

  1. Mengusahakan kesejahteraan bersama termasuk bagaimana negara mengusahakan manusai dapat mencapai kebahagiaan hidup abadi setelah mati.
  2. Penguasa juga adalah pembela dan penjaga keadilan. Karena Tuhan menganugerahkan kekuasaan agar pemimpin mwujudkan keadilan di dunia ini dan terciptanya perdamaian.

Ia pun juga telah mengajarkan bahwa masyarakat dapat bersifat kritis terhadap negara, dengan di kenalnya istilah pembangkangan sipil (civil disobedience) apabila penguasa bertindak tidak sesuai dengan hukum abadi Tuhan atau hukum kodrat. Karena penguasa dan negara memiliki hukum yang berdasarkan prinsip – prinsip hukum kodrat dan tidak boleh bertentangan dengan hukum abadi Tuhan.

KESIMPULAN

Thomas Aquinas dalam pemikiran –pemikirannya banyak di pengaruhi oleh Aristoteles. Berikut ini pendapatnya :

  1. Manusia adalah makhluk yang hidup sesuai dengan kodratnya karena hukum kodrat adalah dasar semua tuntutan moral dan juga Allah meninginkan manusia hidup sesuai dengan kodratnya sehingga dapat berkembang, membangun dan menemukan identitasnya hingga tercapai kebahagiaan.
  2. Banyak pengaruh Aristoteles dalam pemikirannya seperti Negara memiliki system hierarki, ada yang memerintah dan ada yang di perintah seperti juga kodrat alam yang sistemnya berputar mengelilingi matahari. Dan juga untuk mencapai kebahagiaan bersama, timbullah sikap manusia yang saling bergantung terhadap yang lainnya sehingga timbullah system barter.
  3. Thomas Aquinas juga mengatakan bahwa suara hati yang mengendalikan semua akal dan perbuatan dan meyakini Tuhan menanamkannya pada diri manusia sehingga mengetahui mana yang baik dan buruk.
  4. Menurut Thomas Aquinas meyakini bahwa hukum alam tidak akan bertentangan dengan hukum kodrati, maka ada pengetahuan yang tidak perlu di pertentangkan yaitu tetapu tetap berdiri sendiri dan berdampingan yaitu pengetahuan alamiah yang berasal dari akal budi manusia dan pengetahuan iman yang bersumber pada kitab suci dan keagamaan.
  5. Dalam ajaran teologi kristennya, ia mengatakan bahwa misteri Allah tidak bisa di ketahui dengan akal pikiran, tetapi hanya dengan iman.

Dengan demikian, Thomas Aquinas yang banyak dipengaruhi oleh Aristoteles yang pada saat itu terjadi zaman kegelapan (yaitu runtuhnya kerajaan Romawi dan renaisan dan segala keputusan di ambil oleh dewan gereja dan yang berhak mengeluarkan pendapat adalah ahli agama) sehingga ia pun lahir sebagai pemikir ulung.

Karya Thomas Aquinas dianggap sebagai mahakarya yang terkenal pada abad pertengahan Kristen  sehingga mempengaruhi kehidupan keagamaan, intelektualitas dan pemikiran politik di Barat. Ia pun memiliki julukan sebagai raja skolastik karena ia menyumbangkan berbagai pemikiran – pemikiran yang mempersatukan ajaran dari pemikir agung sebelumnya yang pada awalnya saling bertentangan yaitu Plato, Aristoteles dan St.Augustinus.


[1] Ahmad Suhelmi, Pemikiran Politik Barat, PT. Gramedia,2007, hal. 92

[2] Ibid.hal.93

[3] Dr.Firdaus Syam,M.A. Pemikiran Politik Barat : Sejarah, Filsafat dan pengaruhnya terhadap Dunia ke 3,Bumi aksara,2007, hal.47

[4] Ibid. hal 48

02
Dec
09

HUBUNGAN SIPIL-MILITER PADA MASA PEMERINTAHAN ORDE BARU PERIODE 1973-1978

I.1. Latar Belakang Masalah

Hubungan sipil dan militer dirasakan cukup penting untuk mempertahankan dan memperkuat pemerintahan pada suatu negara, misalnya Indonesia yang memiliki latar budaya dan suku yang berbeda- beda atau lebih di kenal dengan sebutan multikultural. Peran militer tersebut karena bersama–sama dalam memelihara dan mempertahankan keamanan. Di samping itu, fungsi militer ialah untuk mempertahankan yang sudah tercapai di bidang non-militer seperti ekonomi dan sosial serta memperkuat posisi sipil dalam pemerintahan.

Sebelum menjelaskan lebih lanjut, penulis akan menuliskan pengertian antara sipil dan militer. Menurut Sayidiman Suryohadiprojo, sipil adalah segala sesuatu yang bersangkutan dengan masyarakat, atau warga negara pada umumnya. Sedangkan perkataan Militer merupakan pengertian yang bersangkutan dengan kekuatan bersenjata. Secara kongkrit pengertian sipil di Indonesia adalah seluruh masyarakat, dan militer berarti Tentara Nasional Indonesia, yaitu organisasi yang merupakan kekuatan bersenjata dan yang harus menjaga kedaulatan negara Republik Indonesia.dan sudah menjadi pengetahuan umum bahwa militer di Indonesia yang menjelma dalam Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) kini Tentara Nasional Indonesia (TNI) plus Polisi Republik Indonesia (POLRI) adalah satu komponen negara yang memiliki andil untuk menjaga pertahanan dan keamanan negara.

Sebelum menjadi presiden,Soeharto adalah seorang pemimpin militer pada masa pendudukan Jepang dan Belanda, dengan pangkat terakhir Mayor Jenderal. Gerakan 30 September yang dipimpin oleh PKI pun bisa di tumpas oleh militer yang dimotori oleh Soeharto. Pada masa inilah peran militer di bidang non–militer pun di akui. Peristiwa Pemberontakan G30S/PKI[1] yang ditumpas oleh militer, menjadikan Dwifungsi[2] semakin mendapatkan legitimasinya.

Soeharto mengambil alih kekuasaan pemerintahan dari Soekarno pada tahun 1966 dan resmi menjadi presiden pada tahun 1968. Beliau perlahan memperkuat pemerintahannya dengan menggunakan angkatan bersenjata dalam artian melibatkan militer untuk meningkatkan pengaruh pada pemerintahannya. Pada masa ini, beliau membangun Orde Baru dengan mengikutsertakan Angkatan Darat (AD) dan di jadikan sebagai simbol kekuatan yang paling besar di Indonesia. Salah satu cara yang di gunakannya adalah membagi–bagi kan jatah kursi untuk  jabatan sipil bagi para perwira ataupun kerabatnya untuk menduduki posisi dalam pemerintahan dengan tujuan agar mereka tunduk dalam pemerintahannya serta mendapatkan dukungan dalam mempertahankan kekuasaanya. [3] Adanya anggota militer yang menduduki jabatan sipil pada masa pemerintahan Soeharto, juga mempengaruhi pertumbuhan ekonomi karena adanya perwira–perwira  yang mengalokasikan anggaran belanja untuk membuat suatu bisnis yang sering di sebut sebagai bisnis militer, seperti membentuk usaha dagang seperti koperasi. Kegiatan ini pun di dukung oleh AD dan elit militer. Karena perwira ini tidak mengetahui masalah–masalah teknis pembuatan kebijaksanaan ekonomi, sehingga membutuhkan kaum teknokrat dalam hal ini adalah sipil, guna membentuk kebijaksanaan–kebijaksanaan untuk mengontrol inflasi, keseimbangan perdagangan dan keuntungan yang baik untuk penanam modal asing dan dalam negeri.

Dari uraian di atas, menjelaskan bahwa militer khususnya Angkatan Darat juga menyadari bahwa kedudukannya sangat di butuhkan untuk menciptakan stabilitas nasional[4] dan bahkan ikut mendorong pertumbuhan ekonomi dengan pembentukan unit–unit bisnis dalam skala besar yang tujuannya untuk mencari uang sendiri ataupun menjadi penyedia jasa bagi pihak lain dalam artian menjadi simbol yang menjaga keamanan pihak swasta.[5]

Kemudian Soeharto dipilih kembali oleh MPR pada tahun 1973,1978,1983,1988,1993 dan 1998. Pada setiap periode inilah banyak sekali terjadi peristiwa–peristiwa politis[6].Maka dari itu, makalah ini akan memaparkan secara spesifik peristiwa yang terjadi masa pemerintahan Soeharto pada masa 1973-1978.

I.2. Alasan Pemilihan Judul

Adapun alasan penulisan judul Hubungan Sipil – Militer pada masa Orde Baru periode 1973 – 1979 adalah karena penulis ingin memaparkan, menganalisa dan mengetahui lebih jauh sisi kehidupan militer pada zaman Orde Baru khususnya pada periode 5 tahun yaitu antara tahun 1973 – 1978 yang kepemimpinannya dilaksanakan oleh seorang Jenderal Besar Soeharto. Ketertarikan penulis untuk membuat makalah dengan judul ini adalah karena luasnya dan banyaknya contoh dari praktek hubungan sipil – militer yang terjadi pada periode ini. Oleh karena itu penulis berharap judul yang di buat ini serta pembahasannya dapat menjadi bahan bacaan yang baik bagi para pembaca.

I.3. Ruang Lingkup Penelitian

Dalam makalah ini, penulis akan membatasi ruang lingkup penelitian yaitu mengenai hubungan sipil–militer dalam masa Orde Baru pada periode 1973-1978 agar batasan–batasan penelitian dapat dengan mudah di bahas dan tidak keluar dari fokus pembahasan.

BAB II

KAJIAN TEORETIS

  1. A. KAJIAN TEORETIS

Dalam bab II ini, penulis  akan memaparkan beberapa teori yang berhubungan dengan materi makalah. Adapun teori yang akan di kemukakan adalah teori–teori yang berhubungan dengan hubungan sipil–militer.

Seperti yang kita ketahui bahwa masalah negara yang baru berkembang saat ini adalah bagaimana caranya mengatur dan mengupayakan keadilan dan kesamaan hak–hak yang di peroleh militer,artinya masih banyak yang harus di pelajari oleh negara berkembang bagaimana menata pola hubungan antara hubungan sipil–militer. Oleh karena itu, penulis akan memaparkan teori mengenai hubungan sipil–militer berikut ini.

Teori Samuel P. Huntington mengenai hubungan sipil–militer

Samuel Huntington mengemukakan bahwa adanya dua konsep yang menjelaskan bagaimana kontrol sipil itu di lakukan. Yaitu Subjective Civilian Control ( Maximizing Civilian Control) yaitu memaksimalkan kekuasaan sipil. Dapat di artikan bahwa model ini bisa diartikan sebagai upaya meminimalisasi kekuasaan militer dan memaksimalkan kekuasaan kelompok–kelompok sipil. Kedua, Objective Civilian Control ( Maximizing Military Professionalism) yaitu memaksimalkan proesionalisme militer dan menunjukkan bahwa adanya pembagian kekuasaan politik antara kelompok militer dan kelompok sipil yang kondusif menuju perilaku professional.[7]

Dua konsep Huntington ini menuju pada arah non–political professional military yang menempatkan aktor  militer sebagai abdi negara yang di tugaskan untuk mempertahankan negara tanpa berupaya untuk mengembangkan sejarah ideologi dan landasan moral dari evolusi negara. Abdi negara ini lalu mengembangkan misi teknis operasional berupa penggunaan kekuatan bersenjata untuk mempertahankan kedaulatan politik dan territorial Negara di bawah kendali otoritas politik sipil yang sah.[8]

Teori Eric. A. Nodlinger mengenai keterlibatan militer dalam politik.

Dalam Militer Dan Politik dijelaskan bahwa ada hal yang melandasi tindakan mengapa militer melakukan intervensi politik di beberapa negara. Adapun ciri dari keterlibatan militer dakam politik ini ada dua yaitu internal dan eksternal. Ciri-ciri internal angkatan bersenjata meliputi struktur hierarki, tingkat profesionalisme dan kepentingan korporat serta latar belakang prajurit militer, identitas etnis, citra tentara termasuk sikap politik mereka. Sedangkan dalam ciri eksternal atau lingkungan meliputi tindakan kepala eksekutif sipil, kemampuan dan keabsahan pemerintahan sipil.[9]

Dari adanya teori – teori yang tersebut diatas tadi, kesimpulan dari penulis adalah militer memiliki fungsi yang sama di tiap negara dalam bidang pertahanan dan keamanan dan juga fungsinya di bidang non–militer yang menyebabkan militer ikut berperan dalam pemerintahan sipil. Agar tidak terjadi konflik dan tercapai hak antara sipil-militer, keduanya memiliki batas-batas tertentu yang disebut sebagai kontrol sipil.

  1. B. METODOLOGI PENELITIAN

Dalam suatu penelitian, dikenal adanya dua macam metode, yaitu kualitatif dan kuantitatif[10]. Adapun pengertian dari metode kualitatif Menurut Dr. Lexy J. Moeleong, M.A. adalah  merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atu lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat di amati. Sedangkan data kuantitatif digunakan istilah scientific paradigm (pardigma ilmiah, penulis).[11]

Sedangkan menurut Bogdan dan Taylor adalah sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata–kata tertulis atau lisan dari orang–orang dan perilaku yang dapat di amati.[12]

Pendapat lain, Kirk dan Miller mendefiniskan bahwa penelitian melalui metode kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang– orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya.[13]

Menurut cara memperolehnya, data dibagi menjadi dua yaitu data sekunder dan data primer. Menurut J. Supranto, data primer adalah data yang dikumpulkan sendiri oleh perorangan/suatu organisasi langsung melalui objeknya. Selain itu, data yang diperoleh dalam bentuk yang sudah jadi berupa publikasi dinamakan data sekunder.Pada penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode kualitatif dan data yang digunakan adalah data primer yang di kumpulkan melalui buku-buku, pamflet, majalah, brosur, koran, poster dan dari media internet.

Kesimpulannya, penelitian melalui metode kualitatif ini agar dapat diketahui bahwa sangatlah penting untuk menggunakan variabel penilitian dari objek yang akan di kaji, sehingga respon yang di lakukan oleh orang lain akan bisa dengan mudah dibatasi dari adanya permasalahan yang ada. tentu saja semua dapat di jawab melalui penelitian dari sumber– sumber yang di dapat dan data yang akurat.

BAB III

PERUMUSAN MASALAH

Pada pembahasan dalam bab ini, penulis akan memaparkan peristiwa – peristiwa yang terjadi pada masa 1973-1978 sebagai berikut :

TIME LINE PERIODE ORDE BARU 1973-1978

Year Date Affair
1973 23 March Elected for the second time as President by MPR
1974 15 January Malari Affair
16 May Establishment of Yayasan Supersemar
1975 8 August Establishment of Yayasan Dharmais
1977 2 May 2nd general Elections under the New Order
1978 22 March Elected for 3rd times as president by MPR

*tabel ini digunakan untuk mempermudah melihat situasi yang terjadi pada masa 1973-1978

Sumber :  Retnowati Abdulgani-Knapp. Soeharto-The life and legacy of Indonesia’s second president- publish by Marshal Cavendis Editions. Hal. 354

A. Pemilu pada 23 Maret 1973

Setelah terpilih kembali menjadi presiden Republik Indonesia yang kedua kalinya, Soeharto kemudian mengembangkan trilogi pembangunan[14] yang bercirikan pertumbuhan ekonomi, stabilitas politik dan pemerataan kesejahteraan.

B. Penyatuan Partai Politik (1973)

Dalam kepemimpinan politiknya, Soeharto menjalankan sistem kepemimpinan yang terpusat dalam kaitan pembangunan ekonomi dan stabilitas politik serta kesinambungan antara pembangunan dan demokrasi. Dan dengan pemerintahannya yang seperti itu, orde baru diicirikan sebagai pemerintahan yang militeristik. Karena siapapun yang mengganggu stabillitas politik di negeri ini dianggap sebagai penghambat dan di cap sebagai antek PKI, antipancasila, golongan kiri  sehingga mereka yang di anggap seperti itu pun harus di tumpas.

Sikap politik Soeharto kemudianpun semakin tidak mengenal istilah kompromi. Di bidang politik, setelah melalui electoral college, Soeharto kembali memenangkan pemilu dan akhirnya ia melakukan penyatuan partai-partai politik sehingga pada masa itu dikenal hanya ada dua partai politik[15] yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP)[16] dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI)[17] serta Golkar(Golongan Karya)[18] yang di nyatakan bukan sebagai partai politik melainkan sebagai organisasi peserta pemilu bersama kedua partai politik tersebut. Adanya Soeharto melakukan penyederhanaan partai adalah karena keinginannya untuk menyederhanakan partai politik di Indonesia sebagai akibat dari politik pada masa presiden Soekarno yang menggunakan sistem multipartai yang berakibat pada jatuh bangunnya kabinet dan dianggap penyebab tidak berkembangnya pembangunan. Dan Soeharto pun melakukan perubahan-perubahan dalam hal pembangunan.

Akibat dari adanya penyatuan partai politik ini, hak–hak politik rakyatnya pun sangat dibatasi. Soeharto juga menggunakan kekuasaanya untuk membawa aparat pemerintah untuk tidak memilih selain Golkar. Sehingga pertanyaan dari banyak orang luar negeri yang menanyakan bagaimana bisa rakyat Indonesia menerima Golongan Karya yang selalu menang semenjak pemilu pertama dan bukanlah partai politik.

Kemudian UU Politik dan Asas tunggal Pancasila yang mewarnai kehidupan politik saat itu di keluarkan. Berikut ini penggalan isi dari UU Republik Indonesia Nomor 3 pada tahun 1975 [19] tentang partai politik dan Golongan Karya yang isinya mempertimbangkan pendayagunaan partai politik dan organisasi-organisasi sosial poltik. Undang-undang ini dibuat dengan maksud diakuinya keberadaan dua partai politik dan adanya satu Golongan Karya yang juga di dasarkan pada hukum–hukum yang berlaku pada saat itu.

Dengan pengelompokan partai-partai dan Golongan Karya, Partai Politik dan Golongan Karya adalah merupakan salah satu sarana perjuangan untuk membina persatuan dan kesatuan bangsa dan salah satu sarana memperjuangkan hak-hak politik Rakyat yang telah dijamin dalam Undang-Undang Dasar 1945.

Namun pada kenyataanya, tuhujuan-tujuan yang ada tidak sepenuh tercapai dan terjadi antara ketidakseimbangan kehidupan politik yang terjadi, dengan adanya diskriminasi perlakuan untuk PPP dan PDI sedangkan Golkar menjadi mayoritas yang menyingkirkan partai politik lainnya dalam setiap pemilu. Sehingga memunculkan banyak terjadinya ketidakpuasan. Tetapi sistem yang terjadi pada saat itu yaitu kekuatan militer yang kuat (dengan menggunakan cara kekerasaan yang terjadi karena adanya ketimpangan yang terjadi atas reaksi ketidakpuasan terhadap mayoritasnya Golkar) terjadi sehingga berbagai ketidakpuasan tersebut pun dapat diredam oleh sistem yang berjalan pada saat itu.

Ketika memasuki Pemilihan umum tahun 1977, pemilu ini diselenggarakan dengan mengikutsertakan tiga partai. Golkar selalu menang secara mutlak dan mayoritas. Adanya UU no.3 tahun 1975 juga sangat menguntungkan Golkar yang menyebutkan bahwa kepengurusan partai-partai terbatas pada tingkat pusat, Dati I dan Dati II.Ketentuan ini kemudian dikenal dengan istilah floating mass (masa mengambang). Dua partai lain dibenarkan aktif sampai tiingkat kabupaten atau Dati II, tetapi Golkar bebas untuk bergerak sampai tingkat desa dan bekerjasama dengan aparatur pemerintah[20] dan dalam pelaksanaanya sehari-hari, apartur pemerintah mengintervensi berlebihan terutama di daerah terpencil sebagai usaha untuk mencapai target yang diinginkan.

Tabel Hasil Pemilihan Umum tahun 1977

1977
GOLKAR 232
PPP 99
PDI 29
TOTAL 360

Sumber : Prof.Miriam Budiardjo. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Hal.477

*Tabel ini menunjukkan betapa besarnya dominasi Golkar terhadap partai lainnya.

C. Peristiwa Malari pada 15 Januari 1974

Peristiwa Malari atau singkatan dari Malapetaka lima belas Januari ini adalah suatu peristiwa saat banyaknya mahasiswa yang berdemo sehingga menyebabkan kerusuhan sosial pada tanggal 15 Januari 1974. Peristiwa inipun disebut sebagai tonggak awal mulanya kekerasan yang terjadi pada masa orde baru. Dapat dilihat dari kejadian ini tercatat terdapat orang meninggal 11 orang, 300 orang luka–luka, 775 orang di tahan,sebanyak 807 mobil dan 187 sepeda motor dirusak dan dibakar, sekitar 144 bangunan rusak dan sebanyak 160 kg emas hilang dari sejumlah toko perhiasan[21].

Kejadian ini berawal dari adanya kedatangan perdana menteri Jepang Kakuei Tanaka. Kedatangan beliau ini tidak disambut hangat oleh para mahasiswa yang ingin menyambut nya dengan demonstrasi mahasiswa besar–besaran di bandara Halim Perdana Kusuma. Tetapi, karena penjagaan saat itu sangat ketat, sehingga para mahasiswa pun tidak berhasil menerobos masuk ke dalam.

Peristiwa Malari dapat dilihat dari berbagai perspektif. Ada yang memandangnya sebagai demonstrasi mahasiswa menentang modal asing, terutama Jepang. Beberapa pengamat melihat peristiwa itu sebagai ketidaksenangan kaum intelektual terhadap Asisten pribadi[22] (Aspri) Presiden Soeharto (Ali Moertopo, Soedjono Humardani, dan lain-lain) yang memiliki kekuasaan teramat besar.[23]

Menurut LIPI, aktivitas pembakaran barang-barang buatan/merek Jepang itu hanya alasan untuk kepentingan lain dari pihak yang bertikai, bahkan bersaing meraih kekuasaan yang lebih tinggi. Kasus ini mencerminkan friksi elit militer, khususnya rivalitas antara Jenderal Soemitro dan Ali Moertopo. Kedua kasus ini, meminjam ungkapan Chalmers
Johnson (Blowback, 2000), dapat disebut permainan “jenderal kalajengking” (scorpion general)[24].

Dari adanya peristiwa 15 Januari ini, langit Jakarta penuh dengan asap dan berkabut. Sehingga Presiden Soeharto sangat merasa malu karena peristiwa malari ini terjadi didepan tamu negara (saat Perdana Mentri Jepang datang). Sehingga dari kejadian ini, Soeharto memberhentikan Soemitro sebagai Pangkomkamtib (Panglima Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban) dan langsung mengambil alih kepemimpinan Komkamtib, dan asisten pribadi nya pun di bubarkan. Beberapa alasan mengapa Ali Moertopo di berhentikan oleh Soeharto karena kegiatan yang di lakukan oleh Ali Murtopo dengan badan inteligennya mulai mengancam kedudukan Soeharto. Sehingga persaingan antara Ali Moertopo dan Sumitro dipergunakan untuk menyingkirkan Ali. Namun Sumitro pun segera ditarik dari jabatannya dan kendali Kopkamtib dipegang langsung oleh Soeharto. Beberapa bulan setelah peristiwa Malari sebanyak 12 surat kabar ditutup dan ratusan rakyat Indonesia termasuk mahasiswa ditangkap dan dipenjarakan.

Selanjutnya, setelah peristiwa ini, Soeharto sangat selektif untuk memilih pembantu dekatnya. Segala upaya dijalankan untuk mempertahankan dan mengawetkan kekuasaan, baik secara fisik maupun secara mental. Dalam hal ini menunjukkan bahwa Ia semakin anti demokrasi. Misalnya pada saat menghadapi massa yang berdemonstran biasanya dihadapi tidak dengan cara kekerasan, dan setelah peristiwa malari, cara yang di pakai untuk menghadapi protes terhadap pemerinthan di lakukan dengan kekuatan senjata. Contohnya, pada tahun 1978, kampus ITB di Bandung di duduki oleh tentara karena aksi–aksi untuk menentang Orde Baru di lakukan di tempat ini.

Langkah Soeharto selanjutnya, ia pun membangun dan memperluas konsep “Jalan Tengah” yang di rintis oleh Jenderal Nasution yang lebih di kenal sebagai konsep dwifungsi untuk memperoleh dukungan bagi militer dan memperluas pengaruhnya melalui pejabat-pejabat pemerintahan, termasuk cadangan alokasi kursi di parlemen dan pos-pos utama dalam birokrasi sipil.[25]

  1. Pendirian Yayasan Supersemar pada 16 Mei 1974

Pada awalnya banyak kontroversi mengenai pendirian yayasan yang di lakukan oleh Pak Harto. Seperti pada tanggal 16 Mei 1974 Pak Soeharto mendirikan yayasan yang bernama supersemar. Banyak yang beranggapan bahwa alasan yayasan di dirikan adalah sebagai upaya untuk memperkaya hartanya atau mengumpulkan harta.

Yayasan ini didirikan sebagai yayasan untuk memberi beasiswa kepada yang memiliki prestasi tinggi tetapi kurang mampu untuk membayar biaya pendidikan.Dalam pendirian yayasan ini, Soeharto memilik pemikiran bahwa sebagai warga negara, hak nya harus dilindungi yaitu untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Hal ini juga tentu saja itu dilakukannya juga sebagai kepala negara, sehingga warga negara yang fakir dan miskin dan yatim piatu juga berhak mendapat kesempatan dalam pendidikan.

Hal ini juga di sebutkan dalam UUD 1945 Pasal 34 yang berbunyi “ Fakir miskin dan anak–anak terlantar di pelihara oleh negara”[26]

Mendukung tugasnya sebagai Presiden/Mandataris MPR, tahun 1974, Soeharto yang mengatas namakan dirinya sebagai warga masyarakat, mendirikan “Yayasan Supersemar” yang tujuannya adalah memberikan beasiswa kepada anak-anak yang mempunyai tingkat kecerdasan, namun tak mampu mengembangkannya karena alasan ketidakmampuan orang tuanya.[27] Soeharto juga beranggapan bahwa bibit  masa depan sebagai penerus bangsa harus di kembangkan kemampuannya agar suatu hari nanti bisa memberi kontribusi bagi bangsa.

  1. Yayasan Dharmais

Kesejahteraan rakyat tentu saja sangat di perlukan dalam pembangunan sebuah bangsa, terutama dalam memerangi kemiskinan serta melaksanakan pasal 34 UUD 1945 yang telah di sebutkan diatas tadi. Karena itu, dalam rangka meningkatkan pembangunan, melaksanakan trilogi, masyarakat diikutsertakan mengatasi hal seperti itu. Apalagi, pembangunan itu merupakan pengamalan Pancasila maka dari itu, didirikan yayasan sosial Dharmais yang juga menampung dan merawat janda-janda dan anak terlantar yang di tinggal setelah kejadian Irian Barat.

Adanya yayasan-yayasan yang didirikan oleh Soeharto adalah karena ia ingin mendirikan dan mengembangkan lembaga berlatar kegiatan sosial dan di picu oleh kejadiaan pada saat pembebasan Irian Barat ( karena banyaknya wanita dan anak-anak yang terlantar).

F. Tahun 1975

Pada tahun 1975, dengan persetujuan bahkan permintaan Amerika Serikat dan Australia, Soeharto memerintahkan pasukan Indonesia untuk memasuki bekas koloni Portugal yaitu Timor Timur, setelah Portugal mundur dari wilayah itu. Dan kemudian timbullah gerakan Fretilin[28] yang memegang kuasa menimbulkan kekacauan di masyarakat Timor Timur Sendiri, serta kekhawatiran Amerika Serikat atas tidakan Fretilin yang menurutnya mengundang campur tangan Uni Soviet. Kemudian pemerintahan pro integrasi dipasang oleh Indonesia yang meminta wilayah tersebut berintegrasi dengan Indonesia. Pada 15 Juli 1976, Timor Timur menjadi provinsi Timor Timur hingga wilayah tersebut dialihkan ke administrasi PBB pada 1999.[29]

BAB IV

ANALISIS

Dari penulisan di atas, penulis memahami bahwa pejabat dalam militer khususnya ABRI memiliki kedekatan khusus pada presiden Soeharto dan berpengaruh cukup besar dalam pemerintahan. Bisa dilihat ketika posisi penting dalam sosial, politik, ekonomi masyarakat dalam bentuk menteri, duta besar, anggota Dewan Rakyat, dari yang tingkat tinggi hingga yang tingkat rendah. Seperti menjadi bupati, dan hal ini membuktikan bahwa ABRI juga melakukan intervensi terhadap masyarakat dalam bentuk tersebut. Dan juga bisa terlihat dalam hubungan yang sangat baik pada periode ini, yaitu antara pejabat militer dengan Golkar yang menjadi dasar kekuasaan Soeharto.

Jika dilihat dalam bidang politis, Soeharto telah mengultimatum ABRI agar tetap mendukung Golkar. Sebagai politisi, ia sangat piawai menggunakan simbol-simbol politik dan mempolitisir ABRI guna tetap menjaga kekuasaannya. ABRI pun tidak berkutik terhadap taktik Soeharto.

Dari yang penulis pahami, Soeharto juga mengenalkan konsep patron dan klien yaitu dengan adanya kesinambungan terus menerus dalam perlakuan nya terhadap warga Negara yang menganggap bahwa bagi siapa yang mengganggu stabilitas politik atau pembangunan, maka di anggap sebagai penghambat atau musuh rakyat. Ia juga menempatkan bahwa sebagai pemimpin, warga dianggap tidak memiliki kekuasaan penuh dan untuk itu harus terus mengikutinya.

Dalam hubungannya dengan pendirian yayasan dan lainnya, Soeharto di anggap sebagai penghimpun kekayaan. Menurut penulis, kita harus melihatnya dalam konterks tertentu, misal, dalam sisi psikologi, tentu saja sebagai manusia ia pasti memiliki sikap sosial. Tapi disisi lain, jika kita memandangnya dari segi politik,maka menurut penulis adalah penggunaan atau pendirian yayasan tersebut sebagai dampak ingin melanggengkan kekuasanya karena mau tidak mau akan berpengaruh pada rakyat, dan juga sapa yang tahu jika tujuannya tersebut adalah untuk memperkaya diri dan keluarganya.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari tata cara pemerintahan Orde Baru yang berlangsung pada periode 1973 hingga 1978, dapat di ketahui bahwa seiring berjalannya waktu, sistem ini ada yang mengandung model patrimonialisme karena jarang terjadi konflik antara elit politik yang satu dengan yang lainnya meskipun terkesan bahwa patrimonial lebih cenderung kearah pilih kasih dan sikap sewenang wenang dari pemerintah yang berkuasa dan tidak melibatkan kebijaksanaan, tetapi menggunakan pembagian keuntungan atau sesuai dengan yang disukai atau kesukuan.

Militer di zaman ini juga di uji ke profesionalitasnya karena ikut berperan dalam bidang politik yang non-militer sehingga di butuhkan sikap yang profesional dari seorang militer untuk tetap menjaga keutuhan nasional dari segala macam ancaman dan gangguan dari pihak– pihak tertentu. Apalagi militer juga di anggap sebagai “dinamisator”[30] dan “stabilisator”[31], yang mana bersama-sama dengan unsur masyarakat lainnya mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk mewujudkan kemakmukran bagi seluruh rakyat Indonesia.[32]

Pada intinya, penerapan kontrol sipil akan berhsil apabila adanya keadilan dan pemerataan dalam hal pengelolaan ekonomi pertahanan untuk membentuk tentara yang loyal kepada Negara, dan juga membentuk tentara yang professional. Tetapi harus diingat pula agar dalam pelaksanaan anggaran pertahanan Negara ini agar di lakukan secara transparansi.

Kemudian, pemerintah harus dapat  membuat program untuk anggaran pertahanan sehingga tercapainya tata pemerintahan yang baik dan menghilangkan sumber–sumber lain dari pendapatan tentara/perwira di luar anggaran negara.


[1] Adalah sebuah kejadian adanya enam pejabat tinggi militer Indonesia yang dibunuh, yaitu Panglima Angkatan Darata Letjen TNI Ahmad Yani, Mayjen TNI R. Suprapto, Mayjen TNI MT. Haryono,Mayjen TNI Siswondo Parman, Brigjen TNI DI Panjaitan, Brigjen TNI Sutoyo Siswomiharjo, beserta beberapa orang lainnya dibunuh dalam suatu usaha pemberontakan yang disebut sebagai usaha kudeta yang dituduhkan kepada anggota Partai Komunis Indonesia. Kejadian ini terjadi pada tanggal 30 September 1965 dan dipimpin oleh Letkol. Untung. Kemudian, Mayjen Soeharto memotori untuk menumpas gerakan ini.

[2] Dwifungsi ABRI pada awalnya dikenal dengan konsep jalantengah yang digagas oleh Jenderal Nasution yang pada saat pemerintahan Soekarno. Jenderal Nasution menginginkan legitimasi untuk memerankan militer dan memajukan militer bahwa militer tifak hanya sebagai alat sipil saja dan tidak juga sebagai bezim militer yang hanya berada di barak atau asrama dan ketika mau berperan untuk Negara baru muncul. Tetapi juga tidak menginginkan militer di Inonesia seperti di Negara – Negara yang ada pada junta militer yaitu dengan menjalankan fungsi sosial politik melalui cara membangun partnership dengan kekuatan sosial politik lainnya dengan tetap menghindari dominasi politik militer atas sipil.

[3] Harold Crouch.hal.15-16. Patrimonialisme dan Pemerintahan Militer di Indonesia. Tulisan yang berdasar dari makalah yang dipresentasikan pada Kongres VII Perkumpulan Sejarawan Internasional di Asia, Bangkok 1977.

[4] Stabilitas nasional adalah suatu usaha yang di lakukan oleh Angkatan bersenjata yang ditugaskan untuk menjaga kestabilan keamanan, pertahanan, kestabilan ekonomi, serta menjaga negara dari berbagai ancaman yang mengganggu kestabilan keadaan negara.

[5] www.jurnal-humaniora.ugm.ac.id/…/250920061610-Julianto.pdf diakses tanggal 25 Oktober 2009

[6] sebagaimana dapat dilihat contohnya seperti dugaan Korupsi, kolusi dan Nepotisme (KKN), peristiwa malari, Santa Cruz, kerusuhan Mei 1998, demonstrasi yang bayak di lakukan oleh mahasiswa,pendudukan DPR/MPR oleh mahasiswa,dan lainnya.

[7] Samuel P.Huntington, The Soldier and The State, The theory and Politics of Civil–Military Relations,1959.Cambridge, Massachussets : the Belknap Press, of Harvard University Press hal. 80-83.

[8]http://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&ct=res&cd=1&ved=0CAgQFjAA&url=http%3A%2F%2Fidsps.org%2Foption%2Ccom_docman%2Ftask%2Cdoc_download%2Fgid%2C107%2FItemid%2C15%2F&rct=j&q=Jaleswari+Pramodhawardani%2F1+Dessember+2008+-+LIPI+-+Satu+Dekade+Reformasi+Militer+di+Indonesia&ei=VZn2SuizM8yIkQW41NmqAw&usg=AFQjCNHBbJ9tPTh8t15PI5e2pr-wpBQqfg : Jaleswari Pramodhawardani/1 Dessember 2008 – LIPI – Satu Dekade Reformasi Militer di Indonesia diakses tanggal 27 Oktober 2009

[9]Eric A. Nordlinger,1990 “Militer Dalam Politik”,Jakarta:Rineka Cipta, hal. 1 menyebutkan bahwa ciri yang tersebut diatas bisa di pelajari untuk memahami bentuk serta pola-pola tingkah laku prajurit militer dari titik tolak yang menguntungkan tentara itu sendiri. Selain kedua ciri tersebut, Ia juga menjelaskan istilah prajurit pretorian yaitu militer yang melibatkan diri dalam politik dengan karakteristik dan penyebabnya.

[10]Data yang di buat berdasarkan berapa banyak jumlah atau banyak Sesuatu yang di hitung berdasarkan kuesioner.

[11]Lexy J. Moleong: 1999 “Metodologi Penelitian Kualitatif” Bandung,PT Remaja Rosdakarya. hal.4-5.

[12] Ibid. hal 3.

[13] Ibid. hal 3.

[14] Konsep trilogi ini menjelaskan arah pembangunan ekonomi yang pro pada pasar. Soeharto percaya bahwa adanya pertumbuhan ekonomi akan menjadikan situasi politik yang terjdi di sebuah Negara juga akan terjadi. Pada hal ini, Soeharto meberikan tugas pada militer untuk memastikan stabilisasi politik. Saat itu, kesempatan untuk menciptakan Indonesia menjadi lebih baik di anggap sebagai pilhan terbaik bagi bangsa ini.

[15] Partai politik menurut buku Dasar-Dasar Ilmu Politik dari Prof. Miriam Budiardjo adalah suatu kelompok terorganisir yang anggota-anggotanya empunyai orientasi,nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini adalah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik. Hal.403 tindakannya dalam menguasai partai adalah melakukan fusi partai, dan pada tahun 1973, Soeharto mengemukakan bahwa ada tiga golongan yaitu Golongan Spiritual, Golongan Nasionalis, dan Golongan Karya.

[16] Dari penyatuan partai islam yaitu Nahdhatul Ulama, Partai Muslim Indonesia, Partai Sarekat Islam Indonesia, dan Persatuan Tarbiyah Islamiyah.

[17] Dibentuk dari lima partai yaitu Partai Nasional Indonesia, Partai Kristen Indonesia, Partai Katolik, Partai Murba, dan Partai Pendukung Kemerdekaan Indonesia (PKI)

[18] Soeharto menjadi Ketua Dewan Pembina Golkar ditambah birokrasi dan ABRI yang turut menjadi pilar kekuatan Golkar tentu saja membuat Golkar selalu tampil sebagai mayoritas tunggal dalam Pemilu 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997 dan dalam parlemen atau MPR sebagai lembaga tertinggi negara dalam upayanya untuk menyederhanakan kehidupan berpolitik di Indonesia.

[19] bahwa dengan adanya tiga organisasi kekuatan sosial politik tersebut, diharapkan agar Partai-partai Politik dan Golongan Karya benar-benar dapat menjamin terpeliharanya persatuan dan kesatuan Bangsa, stabilitas nasional serta terlaksananya percepatan pembangunan, yang sekaligus memberikan kepastian tentang kedudukan, fungsi, hak dan kewajiban yang sama dan sederajat dari organisasi-organisasi kekuatan sosial politik yang bersangkutan yang memadai serta sesuai dengan prinsip prinsip Demokrasi Pancasila serta pelaksanaan pembangunan Bangsa. Dua pasrtai tersebut yaitu Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Demokrasi Indonesia, serta satu Golongan Karya yang pada saat berlakunya Undang-undang ini bernama Golongan Karya. Adapun tujan dari adanya dua partai politik dan satu Golongan Karya ini adalah untuk mewujudkan cita-cita bangsa, menciptakan masyarakat yang adil dan makmur serta sesuai dengan pancasila,seperti terdapat dalam UUD 1945.

Sumber:http://portal.mahkamahkonstitusi.go.id/eLaw/mg58ufsc89hrsg/UU_NO_3_1975_parpol_ok.pdf diakses tanggal 25 Oktober 2009

[20] Pada waktu itu karena Golkar dianggap bukan sebagai Partai.

[21]http://dendemang.wordpress.com/2008/01/16/malari-1974-dan-sisi-gelap-sejarah/ diakses tanggal 25 Oktober 2009

[22]tujuan dari presiden mengangkat asisten pribadi presiden adalah karena beliau memiliki tujuan jangka panjang dalam pembangunan ekonomi. Salah satu tujuannya adalah untuk mengendalikan inflasi guna menstabilkan rupiah yang pada masa sebelumnya perekonomian Indonesia sangat berantakan dan juga memperoleh hutang luar negeri yang mengakibatkan masuknya invesatsi asing. Sehingga peran asisten pribadi presiden bagian finansial yang di pegang oleh Sudjono Humardani sangatlah besar untuk mencapai tujuan – tujuan tersebut. Di bidang lain, Ali Moertopo di serahkan mandat oleh Soeharto sebagai asisten pribadinya dalam bidang sosial politik yang tugasnya adalah untuk menyelesaikan masalah – masalah politik, sebagai contoh yaitu menghilangkan oposisi dengan melemahkan kekuatan partai politik dan kemudian melakukan fusi dalam sistem kepartaian (menyatukan partai yang berideologi sama, seperti nasionalis yaitu menjadi PPP dan sosialis menjadi PDI)

[23] Log.cit

[24] Adanya persaingan antar elit militer dalam hal ini adalah para jenderal yang meakukan berbagai cara untuk menjatuhkan lawannya.

[25] http://niasonline.net/2009/03/02/menghadang-golongan-putih/ diakses tanggal 25 Oktober 2009

[26] Dalam hal ini, tidak hanya meliputi kebutuhan sandang dan pangan tetapi juga pendidikan

[27] http://soehartocenter.com/yayasan/supersemar/index.shtml bdiakses tanggal 27 Oktober 2009

[28] perintis perjuangan kemerdekaan Timor Leste.

[29] http://id.wikipedia.org/wiki/Soeharto diakses tanggal 27 Oktober 2009

[30] Sebagai penggerak untuk sama–sama menjaga perdamaian dan menjaga keamanan megara

[31] Sebagai penyeimbang karena adanya gejolak yang akan timbul dalam proses pemerintahan dan menstabilkan keadaan ke dalam keadaan yang aman dan tentram, terhindar dari kekacauan.

[32] Log.cit

28
Nov
09

ISU ISRAEL-PALESTINA DALAM SUDUT PANDANG NEOREALISME

Dalam Essay ini, penulis akan membahas mengenai kasus yang baru terjadi yaitu penyerangan polisi Israel terhadap warga sipil Palestina di halaman masjid Al-Aqsa pada 25 Oktober 2009. Kasus ini menunjukkan adanya penindasan terhadap warga sipil Palestina yang berlangsung secara terus-menerus. Perhatian utama essay ini tertuju pada sejauh mana pendekatan Neo-Realisme dapat menjelaskan dan memberi solusi bagi permasalahan ini. Kemudian,argumen utama dalam essay ini adalah adanya ketidakadilan yang didapatkan oleh individu-individu Palestina yang tidak mendapatkan haknya untuk hidup secara damai karena adanya konflik antar keduanya. Dalam hal ini, neorealisme tidak memihak kepada setiap individu Palestina karena neorealisme hanya terfokus pada state, bukan individu. Sehingga,pembahasan mengenai individu dalam konflik Israel-Palestina pun terabaikan. Akibatnya, dengan menggunakan perspektif neorealisme akan sangat sulit untuk memberi pemecahan bagi rakyat Palestina atas konflik keduanya. Untuk lebih jelasnya, ulasan di bawah ini akan mengungkap kelemahan ataupun kelebihan neorealisme dalam menganalisa konflik Israel-Palestina.

Konflik antara Israel-Palestina ini sangatlah rumit karena berhubungan dengan pandangan dan tujuan masing-masing mengenai wilayah mereka,keamanan keduanya, klaim terhadap tempat suci di Yerusalem, serta nasib penduduk sipil Palestina. Penyelesaian masalah keduanya belum tuntas hingga sekarang. Diawali oleh adanya deklarasi Balfour pada tahun 1917 yang telah mengikat Inggris,Prancis, dan Amerika Serikat untuk mendukung didirikannya negara bagi bangsa yahudi di tanah Palestina. Isi deklarasi ini sebagai berikut:

“……with favour the establishment in Palestine of a national home for the Jewish people, and will use their best endeavours to facilitate the achievement of this object, it being clearly understood that nothing shall be done which may prejudice the civil and religious rights of existing non-Jewish communities in Palestine, or the rights and political status enjoyed by Jews in any other country”.[1]

Hal tersebut menjadi legitimasi bagi Israel melakukan perluasan wilayah bagi pemukiman Yahudi melalui beberapa agresi di tanah Palestina yang dianggap sebagai “Promised land”. Agresi yang dilakukan oleh Israel sudah sebanyak 3 kali yaitu pada tahun 1948 hingga rakyat palestina mengungsi ke Libanon, Yordania, Syriria, Mesir. Selain itu, di tahun 1982 Israel menyerang Libanon dan membantai ratusan pengungsi Palestina di Sabra dan Satila. Kemudian, pada 26 Desember 2008 Israel melancarkna operasi Oferet Yetssuka yang mengorbankan lebih dari 1000 warga Palestina. Hal ini menyebabkan warga Palestina semakin tersiish dari wilayahnya. Dilihat dari kejadian ini, Israel telah melancarkan perang yang tidak manusiawi karena korban utamanya bukanlah tentara tetapi warga sipil.

Akibatnya, muncul berbagai peristiwa pemberontakan dari Palestina untuk  memprotes Israel dan untuk mempertahankan otoritas politiknya termasuk wilayahnya yang dikenal sebagai Intifada Palestina.[2] Dimulai pada tahun 1987, Intifada pertama dilakukan dengan perlawanan menggunakan batu oleh rakyat Palestina. Kemudian Intifada kedua dimulai pada tahun 2000. Gerakan intifada juga diorganisir oleh Hamas, salah satu kelompok garis keras Palestina. Di tahun 2002, puncak intifada Palestina kedua mengorbankan 269 warga sipil Israel, 47 orang diantaranya adalah anak-anak.[3]

Pada September 1996 lalu, terjadi kerusuhan di Al-Aqsa. Hal ini disebabkan oleh Israel yang sengaja membangun terowongan dibawah fondasi bangunan ini untuk memikat turis. Padahal, pembangunan terowongan ini dapat merusak fondasi Masjid Al-Aqsa. Akibatnya, benntrokan antara polisi Israel dan sipil Palestinapun terjadi. Konflik berikutnya, pada 27 desember 2008, Israel menyerang Gaza (Invasi Gaza) dan mengakibatkan lebih dari 1000 orang tewas di Gaza. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat tabel berikut:

Sumber : http://news.bbc.co.uk/2/hi/middle_east/7828884.stm diakses tanggal 14 November 2009 pukul 20.00

Dari kejadian serangan di Gaza oleh Israel, menimbulkan berbagai kecaman dari dunia Internasional termasuk badan organisasi dunia, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menyebutkan bahwa Israel telah melakukan kejahatan perang karena telah terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) pada kasus tersebut. [4] Kemudian, pada 25 Oktober 2009, Israel lagi-lagi menyerang warga sipil Palestina di halaman masjid Al-Aqsa. Bahkan, polisi Israel pun ikut menangkapi sipil Palestina dan melakukan pengrusakan dihalaman masjid. Dalam beberapa kasus yang tersebut diatas, dapat diketahui bahwa Israel selalu berupaya mengekspansi dengan menggunakan kekuatan militernya dan menggunakan cara kekerasan yaitu dengan menggunakan gas airmata untuk menghadapi rakyat sipil Palestina.[5] Salah satu perlawanan yang selalu muncul dari Palestina adalah gerakan dari kelompok garis keras Palestina, yaitu Hamas yang mengorganisir rakyat Palestina dan selalu membalas serangan-serangan Israel tersebut.[6] Bom bunuh diri juga dijadikan Hamas sebagai alat untuk membalas serangan Israel. Hamas juga mendorong rakyat palestina untuk melakukan perlawanan terhadap Israel dan perlawanan tersebut dikenal dengan intifada Palestina. Seperti yang telah dsebutkan diatas, intifada Palestina sudah terjadi sebanyak dua kali, yaitu ketika tahun 1987 dan tahun 2000.

Pada kasus perebutan Masjid Al-Aqsa, bangunan ini adalah tempat suci bagi umat muslim di seluruh dunia. Bangunan ini dikatakan sebagai tempat suci karena pernah menjadi kiblat utama bagi umat muslim  sebelum dipindah ke Mekkah. Sedangkan, Israel mengklaim bahwa dibawah bangunan tersebut terdapat kuil Sulaiman.Sehingga, Israel merasa berhak untuk untuk menduduki bangunan ini. Pandangan tersebutlah yang mengakibatkan kekacauan di halaman masjid ini.

Dalam kaitannya dengan Neo Realisme, Kenneth Waltz sebagai penggagas Neorealisme tidak membahas mengenai kerjasama. Ia berpendapat bahwa hal itu sulit dilakukan dalam anarki  dan masing-masing Negara memiliki national interestnya. Buku The Globalization Of World Politics dari John Baylis menyebutkan bahwa ada 3 fondasi besar dalam neorealisme, yaitu asumsi mengenai struktur, states dan relative gain. instrument utama dalam realisme adalah material power yaitu militer yang tetap fokus pada state. Dalam pandangan Waltz, neorealis memfokuskan pada struktur sistem distribusi relative gain daripada absolute gain yang berarti lebih mempertahankan security policies yang melemahkan lawan daripada harus menambah power dengan menyerang lawan. Fokusnya juga pada struktur sistem internasional  yang dalam hal ini adalah anarki, tidak ada pemerintahan dunia, juga adanya struktur berupa unit yang menjalankan fungsi pemerintahan seperti pertahanan nasional.Selain itu, konsep struktur menurut Waltz juga bahwa Negara-negara berkekuatan kecil dan lemah akan memiliki kecenderungan mengaliansikan dirinya dengan Negara-negara berkekuatan besar agar dapat mempertahankan otonomi maksimumnya. [7] Waltz juga berpendapat, ada penyebab mengapa Negara berkonflik, yaitu karena sulitnya komunikasi antar masing-masing aktor karena hanya mementingkan national interestnya, kemudian adanya biaya yang mahal dalam melakukan kerjasama dalam anarki dan potensi untuk curang.[8]

Tokoh Neorealisme lainnya adalah John J.Mersheimer yang berargumen bahwa aktor akan selalu berkompetisi dan akan terus berkompetisi hingga menjadi pengaruh bagi Negara lain (hegemon). Pandangannya berbeda dengan pandangan defensif realisme Waltz yang mengatakan bahwa pada stage tertentu, negara-negara terkuat akan memilih status quo balance of power. Lalu aktor yang terkuat memilih punya satu lawan dan memelihara balance of power daripada mengejar hegemoni karena akan menyebabkan kesulitan kalkulasi terhadap ancaman yang datang dari luar.[9]

Bagi neorealisme, perebutan kekuasaan dalam politik internasional bukan berasal dari Negara, melainkan dari perilaku Negara-negara yang bersifat anarki (dimana Negara bertindak dengan berdasarkan pada kepentingan sendiri).

Dalam sistem anarki,bagi neorealisme akan dengan mudah menyebabkan Negara berkonflik. Hingga kini pun, sulit sekali membuat perdamaian atau kerjasama antar Israel-Palestina. Hal ini di karenakan asumsi neorealisme yang beranggapan bahwa anarki adalah lingkungan yang sangat bebahaya dan hanya akan menimbulkan konflik satu sama lain. Aktor didalamnya juga rasional sehingga distribusi kapabilitas dari Israel-Palestina ini berbeda pula untuk mencapai kepentingan nasionalnya masing-masing.

Mengamati konflik Israel-Palestina dengan mengggunakan perspektif Neorealisme, terdapat setidaknya tiga hal penting yang dapat terungkap. Berikut ini adalah kontribusi Neorealisme dalam memandang masalah ini. Pertama, konflik ini berlarut-larut karena Israel merupakan aktor yang kuat di kawasannya. Dalam sudut pandang neorealisme, aktor-aktor rasional didalamnyapun merasa memiliki keuntungan apabila mempunyai wilayah yang besar dan mempengaruhi wilayah lain di sekitarnya sehingga mereka saling berkompetisi satu sama lainnya. Hal ini di karenakan karena Negara memiliki power. Power sangatlah penting digunakan untuk menunjukkan eksistensi sebuah Negara dalam sistem internasional. Dan dalam konsep power realisme, terdapat salah satu elemen penting dari material power yaitu wilayah. Pendekatan ini juga mengungkap adanya kompetisi terhadap aktor-aktor dalam konflik ini untuk memperbesar wilayahnya.

Kedua, Israel juga memiliki kepentingan nasional sehingga ia berkonflik dengan Palestina dan negara-negara di kawasan ini. Misalnya, dalam konflik Israel-Palestina, Israel memiliki kepentingan untuk mempertahankan otoritas politiknya terutama di Timurtengah dengan membangun kerjasama dengan AS melalui kekuatan ekonomi dan militernya. Selain itu, Israel juga membangun pemukiman bagi rakyat Yahudinya di tanah Palestina yang bagi mereka itu adalah “tanah yang dijanjikan”. Sehingga, warga Palestina yang tinggal di perbatasanpun tertindas dan Hak Asasi Manusianya terabaikan. Akibatnya muncullah perjuangan bagi Palestina untuk mendapatkan kemerdekaan,mempertahankan wilayahnya dan mendapatkan Haknya. Sehingga, konflik atas kepentingan nasional keduanya masih berlanjut. Dengan menggunakan pandangan neorealisme, maka kepentingan Palestina akan terabaikan karena power yang dimiliki oleh Israel lebih besar(karena Israel memanfaatkan kedekatannya dengan AS untuk mengejar kepentingan nasionalnya(relative gain)).

Ketiga, balance of power di Timur tengah yang diintervensi oleh Amerika Serikat mengakibatkan menempatkan Israel sebagai negara yang sulit diimbangi oleh aktor dikawasannya selain dalam kedekatannya dengan Amerika Serikat. Komitmen Amerika terhadap Israel juga dapat dilihat mulai dari ketika berdirinya negara Israel. Misalnya, pada tanggal 11 Mei 1942, Konferensi Zionis Internasional di New York mengenai keputusan bersama untuk merubah Palestina menjadi Negara Yahudi, mengusir warga arab di dalamnya dan kalau mereka menolak maka harus diatasi dengan kekuatan militer. Presiden AS saaat itu, Roosevelt, langsung memjberikan dukungan atas hasil konferensi tersebut. Dan selama masa kepresidennan George Walker Bush, ia telah mengeluarkan 150 kebijakan politik politik khususnya dalam negeri untuk menanggulangi krisis ekonomi dan politik Israel dan 150 resolusi yang mengenyampingkan hak-hak rakyat Palestina terhadap tanahnya. Amerika juga terus mengecam aksi perlawanan rakyat Palestina terutama aksi bom. Dan Amerika juga memasukkan daftar pergerakan perlawanan sebagai teroris dan akan di pernagi oleh Amerika. (Ahmad Ghazali Khairi dan Amir Bukhairi, 2009). Kemudian Israel juga banyak dibantu oleh AS dalam hal kemiliterannya. Dalam hubungan mereka ini, hampir semua senjata Israel dipasok oleh AS seperti pesawat F-16,helicopter Apache, dan rudal canggih lainnya. Dan Israel juga dibantu oleh AS untuk mengembangkan senjata militer Israel.[10] Hingga sekarangpun, presiden Obama juga meneruskan akan memastikan berdirinya Negara Israel ketika berpidato dalam inaugurasinya.[11]

Seperti berbagai kasus sebelumnya, Israel selalu menggagalkan apapun keputusan resmi PBB karena ia memiliki kepentingan nasional. Ini berkaitan dengan asumsi neorealisme mengenai relative gain, yaitu Israel lebih memilih untuk concern dengan kekuasaan yang dimiliki Negara lain dan pengaruh negara lain itu untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai dan dalam hal ini ia memanfaatkan hubungannya dengan AS untuk mencapai tujuan nasionalnya. Sehingga, dalam sistem yang anarki, Israel tidak dapat dibawa ke mahkamah intenasional. Hal ini juga didukung oleh istilah “the might is right” yang berarti yang kuatlah yang berhak mengklaim sebagai yang benar. Kemudian, dengan adanya komitmen AS untuk mendukung kepentingan Israel di Timurtengah, menjadikan sulit untuk mengharapkan Israel menghargai kesepakatan internasional. Seperti yang telah disebutkan dalam paragraph sebelumnya mengenai kedekatan Israel dan AS, siapapun yang mau menggiring Israel ke Mahkamah Internasional akan berhadapan dengan kekuatan militer AS. Sehingga jika dilihat akibatnya,maka akan ada perang dan akan besifat destruktif. Maka dari itu,Israel bertindak arogan dengan tidak menghiraukan norma internasional dalam mendapatkan kepentingan nasionalnya.

Kemudian, Menlu Amerika Serikat, Hillary Clinton yang berkunjung ke Timurtengah sempat menyatakan bahwa harus ada perjanjian perdamaian di timur tengah ini khususnya antara Israel-Palestina.[12] Sebelumnya, beberapa perjanjian damai antar keduanya selalu gagal. Misalnya, pada perjanjian kesepakatan damai Oslo tahun 1993 antara Israel dan PLO (palestine Liberation Organization) yang mengakui kedaulatan masing-masing. Saat itu, PM Israel, Yitzak Rabin bersedia menarik pasukannya dari tepi Barat dan Gaza, tetapi pada tahun 2002 Israel membangun tembok pertahanan di tepi barat dan ini sebagai tanda melanggar kesepakatan. Hal ini diikuti dengan rangkaian bom bunuh diri Palestina.

Di sisi lain, Neorealisme memiliki setidaknya tiga kelemahan fundamental dalam menganalisa konflik Israel-Palestina. Pertama, neorealisme tidak memiliki perangkat ilmiah untuk menganalisa pihak yang lemah dalam suatu konflik dan bagaimana cara melindungi mereka. Kelemahan terhadap perangkat analisa utuk mengidentifikasi peran aktor non-negara dalam suatu konflik menyebabkan masalah ini berlarut-larut. Alasan Israel bahwa dirinya mempertahankan diri dari serangan Palestina akan sulit dibantah.

Kedua, Kelemahan dari Neorealisme selanjutnya dalam menganalisa kasus ini adalah terabaikannya aktor non-state. Rakyat sipil Palestina yang terlibat dalam konflik ini dikatakan sebagai aktor non-state yang akan sulit dipenuhi kepentingannya oleh pendekatan Neo Realisme karena neorealisme hanya memandang state, bukan aktor non-state. Jadi, dalam kasus ini tidak bisa dikatakan sebagai bagian dari konflik dalam pembahasan neorealisme karena bukan state yang berperang.

Sebagai contoh, pada tahun 1949,terjadi eksodus besar-besaran bangsa Israel ke tanah Palestina yang menyebabkan warga Palestina tertindas dan mengungsi ke Negara lain. Tahun 1980, Israel juga secara sepihak menyatakan Yesrussalem sebagai ibukotanya, akibatnya, warga Palestina terasingkan. Kemudian, di tahun 1982 polisi Israel menyerang Lebanon dan membantai pengungsi Palestina disana. Selain itu, di tahun 2009, Israel juga melancarkan serangan terhadap sipil Palestina di halaman masji Al-aqsa yang menunjukkan intimidasi terhadap rakyat Palestina dengan melakukan penembakkan gas air mata ke arah demonstran sipil Palestina, melemparkan batu dan botol di dekat kompleks Yerusalem, dan diganggunya sipil Palestina ketika sedang melakukan ibadah, serta ditangkapnya beberapa sipil Palestina oleh polisi Israel. Pada kasus-kasus diatas, Neo Realisme juga tidak bisa memberi solusi pada masalah ini karena fokus bahasannya hanyalah perilaku negara. Padahal, yang dikorbankan disini adalah individu-individu Palestina. Sehingga, keterbatasan neorealisme dalam hal ini adalah tidak bisa mengungkap pelanggaran HAM seperti ini.

Ketiga, Neorealisme hanya membahas konflik dan state sebagai aktor yang utama dan uniter (tidak terpecah). Dalam hal ini, Neo Realisme hanya melihat Israel-Palestina sebagai konflik antar negara. Sedangkan, dalam internal Palestina sendiripun terpecah-pecah. Palestina terdiri dari dua fraksi politik terbesar, yaitu Fatah dan Hamas. Dalam konflik ini, terdapat aktor non-negara yang terlibat yaitu Hamas yang merupakan kelompok radikal yang selalu membalas serangan Israel. Bahkan Israel seringkali menyerang Palestina dengan alasan mempertahankan diri atas serangan Hamas. Artinya, serangan Hamas dilihat sebagai serangan dari Palestina.

Berdasar pada prinsip Neorealis ataupun Realis yang mengatakan ”The Might is Right, kepentingan Palestina pun tidak menjadi penting, seperti mendapatkan status negaranya dan mendapatkan keadilan Hak Asasi Manusia yang terabaikan jika melihat Israel yang memiliki power lebih kuat.

Uraian diatas mengindikasikan bahwa neorealisme lebih cenderung merugikan rakyat Palestina. Dengan adanya aktor non-state yang terlibat dalam tersebut, yaitu hamas yang secara tidak langsung mewakili seluruh rakyat Palestina, tidak dilihat oleh neorealisme. Sehingga menyulitkan penyelesaian konflik keduanya melalui pendekatan ini. Kemudian, pendekatan the might is right  dari neorealist ataupun realis tidak dapat diterima oleh palestina. Karena dengan begitu, maka hak-hak sipil Palestina akan terus terabaikan dan tertindas. Dan akibatnya akan terus ada konflik yang berkelanjutan. Misalnya dengan istilah tersebut, Israel akan terus bertindak semena-mena terhadap Palestina ataupun wilayah sekitarnya. Seperti pada tahun 1982, Israel dengan semena-mena menggunakan powernya dengan melakukan serangkaian pemboman atas  militer dan sipil di wilayah lain selain Palestina, yaitu  Iraq, Libya, Tunisia dan Libanon dimana pengungsi Palestina dibantai oleh Israel.[13] Dengan kata lain,dengan menggunakan pendekatan Neorealisme, maka akan sulit sekali memberi solusi yang dapat diterima oleh rakyat Palestina.

Kesimpulannya, untuk mencari solusi di Palestina jika menggunakan pendekatan neorealisme sangatlah lemah untuk mencari jalan keluar bagi bangsa Palestina. Bila ingin menyelesaikan masalah dengan menggunakan pendekatan neorealisme, maka akan sangat sulit untuk memberikan keadilan bagi rakyat Palestina dan cenderung merugikan.  Intinya, dengan kelemahan-kelemahan yang dimiliki neorealisme dalam menganalisa konflik ini, akan sulit mencari solusi bagi keduanya. Karena adanya pelanggaran HAM yang terjadi bagi individu yang tidak terpecahkan melalui neorealisme. Adanya aktor non-state yang terlibat yaitu hamas dan individu lainya yang memperjuangkan kepentingannya juga tidak dilihat oleh neorealisme karena neorealisme hanya fokus pada state. Dengan begitu, teori yang dibutuhkan bagi kedua Negara ini adalah teori yang tidak hanya berhubungan dengan state centric, dan power tetapi juga teori yang melihat individu didalamnya sehingga isu keadilan dapat terpenuhi.

*Essay ini dibuat pada tanggal 25 November 2009

Daftar Kepustakaan

Nurdi, Herry. 2006“Lobi zionis& rezim Bush-Teroris teriak teroris”Penerbit: Hikmah PT. Mizan Publika. Jakarta.

Carr,William.G.1993”Yahudi Menggenggam Dunia”edisi Indonesia. Penerbit:Pustaka Al-kautsar.Jakarta.Penerjemah: Mustolah Maufur,MA

Khairi, Ahmad Gazali dan Amin Bukhairi.2009  “Air Mata Palestina” Penerbit: Hi-Fest Publishing;Jakarta

Lockman, Zachary and Joel Benin. 1990.“INTIFADA The Palestinian Uprising Againts Israeli Occupation” Publisher: British Library Cataloguing in Publication data. London

Jackson, robert and Georg Sorensen. 2009. “Introduction to International relations”. Dan diterbitkan dalam edisi bahasa Indonesia dengan judul “Pengantar Hubungan Internasional”.Penerjemah :Dadan Suryadipura. Penerbit: Pustaka Pelajar. Jogjakarta

Sihbudi, Riza.2007.”Menyandera Timur Tengah”.Penerbit PT. Mizan Republika.Jakarta

Baylis,John and steve Smith.2001.The Globalization of world Politics.Oxford University Press.hal.210.United States.

Website :bbcnews.com  http://news.bbc.co.uk/2/hi/middle_east/7828884.stm diakses tanggal 14 November 2009

Website : Whitehouse.com http://www.whitehouse.gov/the_press_office/President_Barack_Obamas_Inaugural_Address diakses pada tanggal 14 November 2009

Website: inilah.com http://www.inilah.com/berita/politik/2009/02/27/86810/mesir-juru-damai-israel-palestina/ diakses tanggal 16 November 2009

Website : Voanews.com http://www.voanews.com/indonesian/archive/2009-08/2009-08-21- voa8.cfm?CFID=325558846&CFTOKEN=16964191&jsessionid=8830c17affbb7129dc8d50564d542752374e diakses tanggal 16 November 2009

Website: Kompas.com http://www.kompas.com/read/xml/2008/07/18/11494164/perundingan.palestina-israel.digelar.30.juli diakses tanggal 16 November 2009

Website: Kompas.com http://www.kompas.com/read/xml/2008/07/27/13195384/abbas-mubarak.bertemu.di.yordania diakses tanggal 16 November 2009

Website : Cnn.com http://www.mfa.gov.il/MFA/Peace+Process/Guide+to+the+Peace+Process/The+Balfour+Declaration.htm diakses pada tanggal 25 November 2009

Website : Google.com http://www.google.co.id/search?client=firefox-a&rls=org.mozilla%3Aen-US%3Aofficial&channel=s&hl=id&source=hp&q=korban+intifada+palestina&meta=&btnG=Telusuri+dengan+Google diakses pada tanggal 25 November 2009

Website : Google.com http://waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=68415:konflik-israel-palestina-tewaskan-8900-jiwa&catid=16:internasional&Itemid=29 diakses pada tanggal 25 November 2009

 


[1] Cnn.com http://www.mfa.gov.il/MFA/Peace+Process/Guide+to+the+Peace+Process/The+Balfour+Declaration.htm diakses pada tanggal 25 November 2009 pukul 12.31

[2] Intifada Palestina muncul karena adanya tindakan Israel yang dianggap melanggar hukum,seperti melakukan pembunuhan,penahanan terhadap sipil Palestina,penghancuran rumah,pendudukan tanah. Intifada pertama dilakukan pada tahun 1987-1993melalui pelemparan batu oleh anak-anak palestina,peluncuran rudal dan bom bunuh diri. dan Intifada kedua (intifada Al-Aqsa) pada 29 September 2000 ketika Perdana menteri Israel Ariel Sharon memasuki wilayah Al-Aqsa.Peristiwa ini berakhir pada 8 februari 2005 melalui perjanjian damai. Gerakan ini dilakukan sebagai perjuangan untuk mendapatkan kebebasan nasionalnya,mendapatkan keadilan dan juga mengakhiri pendudukan Israel di wilayahnya. Sumber: http://www.scribd.com/doc/7706862/Konflik-Palestina-Dan-Israel diakses tanggal 16 november 2009 pukul 23.00

[3]Google.comhttp://www.google.co.id/search?client=firefox-a&rls=org.mozilla%3Aen-US%3Aofficial&channel=s&hl=id&source=hp&q=korban+intifada+palestina&meta=&btnG=Telusuri+dengan+Google diakes tanggal 25 November 2009 pukul 12.39

[4] Kemudian dewan hak Asasi Manusia PBB melalui majelis umum mendukung laporan Goldstone (ahli hukum dari Afrika dan ia merupakan yang memimpin misi pencari fakta atas konflik tersebut). Kemudian Majelis umum PBB menetapkan resolusi atas kejahatan perang yang dilakukan oleh Israel-Hamas di Gaza yang kemudian disetujui oleh 114 negara dengan dukungan kuat dari Negara arab dan non-blok,Inggris dan Prancis yang memiliki hak veto tidak memberikan suara (abstain) dan Amerika dan Israelpun menolak. Laporan tersebut menuduh negara Yahudi itu menggunakan kekuatan militer yang tidak seimbang dalam membalas serangan roket oleh militan yang berbasis di Gaza.misal dengan lpenggunaan zat fosfor putih lebih dari satu kai dan mengorbankan banyak korban sipil Palestina. Laporan itu juga menghendaki Israel dan Palestina agar melakukan investigasi internal mengenai tuduhan kejahatan perang tersebut. Hingga kinipun, Israel atas kejahatan perangnya tidak bisa dibawa ke Mahkamah Internasional. http://www.voanews.com/indonesian/2009-11-06-voa10.cfm diakses tanggal 15 November 2009 pukul 09.00

[5] Agresi militer Israel dilakukan sebanyak lebih dari 3 kali, termasuk agresi besar-besarannya di jalur Gazza pada 26 desember 2008 lalu.

[6] Hamas didirikan karena adanya ketidakpuasan terhadap organisasi perlawanan Palestina lainya seperti fatah yang dinilai terlalu berkompromi dengan Isarel. Organisasi ini bertujuan untuk menyingkirkan Israel dari wilayahnya. Dan untuk mencapai tujuannya, hamas melakukan beberapa perjuangan seperti membangun dukungan rakyat Palestina dan melakukan perlawanan bersenjata terhadap israel dan salah satu caranya adalah dengan melakukan bom bunuh diri. Sumber : http://www.kompas.com/read/xml/2009/01/08/08371340/tiga.strategi.perlawanan.hamas diakses tanggal 16 November 2009 pukul 20.00

[7] Robert Jackson dan Georg Sorensen. Pengantar studi Hubungan Internasional. Diterjemahkan oleh  Dadan Suryadipura. Penerbit Pustaka Pelajar.Yogyakarta. Hal.66-67

[8] John Baylis and steve Smith.2001.The Globalization of world Politics.Oxford University Press.hal.210

[9] Ibid.hal.211

[10] Ahmad Gazali khairi dan Amin Bukhairi.2009  “Air Mata Palestina” Penerbit: Hi-Fest Publishing;Jakarta. Hal 189-199)

[11] Lihat http://www.whitehouse.gov/the_press_office/President_Barack_Obamas_Inaugural_Address diakses pada tanggal 14 November 2009

[12] Upaya perjanjian damai antara Israel-Palestina sampai saat ini terus berlangsung tetapi tidak ada kemajuan atau kespakatan yang dicapai. Pihak-pihak yang berperan dalam proeses perundingan damai ini adalah Mesir sebagai perwakilan dari Negara timurtengah dan didaulat sebagai mediator antara kedua Negara tersebut juga dalam mengatasi Hamas (melakukan dialog) . Presiden AS, Barack Obama juga terus menyerukan agar tercapainya perdamaian ini. Peran aktif dari Negara-negara arab diharapkannya untuk mendorong terjadinya perdamaian. Presiden Palestina Mahmoud Abbas menolak usulan Amerika Serikat untuk memperbarui perundingan damai dengan Israel dan berpendapat bahwa tidak mungkin dilakukan kecuali Israel membekukan pembangunan besar-besaran permukiman Yahudi yang diletakkan di wilayah Palestina. Menteri luar negeri Israel, Lieberman mengatakan bahwa dia menyarankan Netanyahu tidak masuk ke dalam perundingan dengan Palestina selama Palestina terus-menerus mempromosikan laporan PBB mengenai serangan ofensif Israel terhadap Gaza. Pada September lalu, Presiden AS Barack Obama mengadakan pertemuan bersama dengan Perdana Menteri Israel, Netanyahu dan Presiden Palestina, Abbas di New York yang diharapkan akan menjadi forum yang membujuk mereka untuk kembali bernegosiasi. Namun,Menlu AS, Clinton, melaporkan bahwa sejauh ini tidak ada satu langkah pun yang diambil kedua belah pihak ke arah kelanjutan negosiasi konflik Timur Tengah itu.

Proses perdamaian Isarel-Palestina: tahun 1991, Madrid Conference,Oslo Accords tahun 1993 tentang pembentukan Negara Palestina, Camp David tahun 2000 yang tidakmenghasilkan apapun, Beirut Summit, Annapolis conference di masa akhir pemerintahan Bush.perjanjian damai ini sampai sekarang masih belum menemukan jalan keluar bagi kedua Negara. Sumber: Ahmad Ghazali dan amin Bukhairi:Air Mata Palestina.2009 Hi-Fest Publishing. Jakarta.hal.143-147)

[13] Ahmad Ghazali Khairi dan Amir Bukhairi, 2009.Air Mata Palestina.Jakarta. Hi-Fest Publishing hal.165




May 2024
S M T W T F S
 1234
567891011
12131415161718
19202122232425
262728293031